POTENSI KOTORAN SAPI VERSUS GEOTHERMAL: STUDI POTENSI
SUMBERDAYA DI DESA CISANTANA KECAMATAN CIGUGUR KUNINGAN JAWA BARAT
Oleh:
A. Syatori
Anis
Tamamatunnisa
Abdullah
Lia
Fitrianingsih
SISTEM EKONOMI YANG MENINDAS
A. Peternakan
Sapi Perah yang Sering Merugi
Setelah
petani kehilangan lahan garapannya, mereka alih profesi sebagai peternak.
Sebenarnya peternakan sapi perah sudah ada, bahkan koperasi yang pertama kali
berdiri di Cisantana,
yakni koperasi Dewi Sri Bahagia sudah ada sejak tahun 1970. Koperasi ini
didirikan oleh Kusmadio, Sundar dan Ardi.[4] Hanya
Kusmadio yang sampai sekarang masih hidup.
Sekarang, jumlah
sapi perah yang ada di Cisantana mencapai 3000 ekor.[5] Satu
ekor sapi dapat menghasilkan rata-rata 10-15 liter susu. Sapi yang bisa diambil
susunya adalah sapi yang telah diinseminasi buatan (IB) agar dapat hamil. Hanya
sapi yang telah berumur 5 tahun yang dapat di IB. Anak sapi akan lahir setelah
9 bulan berada dalam perut induknya. Anak sapi minum susu sapi induknya, yang
mana telah dibagi dua untuk anak sapi dan dijual oleh peternak. Ketika anak
sapi berusia 9 bulan, induk sapi bisa di-IB kembali. Anak sapi akan dilepas
(berhenti menyusu pada induk) ketika berumur 2 tahun.[6]
Sapi diberi pakan hu’ut, mineral, vitamin, jerami, dan
singkong pada pagi hari sebelum diperah. Sambil diberi pakan, sapi dibersihkan
dari kotoran yang menempel pada tubuh dan puting yang akan diperah mengginakan
air. Setelah itu sapi diperah pada jam 08.00 pagi. Proses pemerahan susu ini
memerlukan kecermatan dan kebersihan yang akan mempengaruhi kualitas susu. Diantaranya
wadah penampungan susu harus benar-benar kering tanpa ada satu tetes air,
tangan harus bersih serta menggunakan vaseline sebagai pelumas yang dioleskan
ke puting sapi. Susu yang telah diperah harus segera dibawa ke tempat
penampungan susu (TPS) karena 2-3 jam setelah proses pemerahan akan tumbuh
bakteri yang membuat kualitas susu menjadi jelek dan harganya rendah. Pakan sore
hari sama seperti pagi hari, waktu pemerahan sore hari pada jam 17.00.
Proses penjualan susu dimulai
dari penampung di TPS
tiap kelompok, diukur berat jenis dan literannya, yang selanjutnya akan dibawa
oleh mobil pick up ke koperasi untuk proses pendinginan. Susu sapi yang belum
didinginkan akan tahan selama 1,5 jam dan maksimal 2 jam. Langkah selanjutnya susu akan dikirim ke
industri
jika sudah mencukupi 1000 liter/satu tangki mobil pengangkut penuh. Hasil susu yang
diperoleh pengepul pagi hari berkisar 400 liter, dan siang hari berkisar 300 liter sehingga koperasi harus menunggu
susu yang akan disetor besok pada pagi hari untuk mencukupi volume tangki mobil pengangkut. Perusahaan tidak
punya batas waktu penerimaan susu. Mobil yang digunakan untuk mengirim susu
adalah mobil tangki yang sudah dilapisi double wall seperti termos, jadi jika
dibawa ke Jakarta maka akan tetap dingin, jika cuaca panas maka kenaikan hanya
sampai 2 derajat saja.[7]
Kandungan susu sapi yang diperikasa terdiri dari lebak, SNF
(solinolfat), protein, TPC (total flacton). Kandungan yang harus ada pada susu
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah 3,3, memiliki kandungan TPC
maksimal sejuta, total solid seharusnya 11,3 sedang di koperasi Saluyu saat ini
masih 11,8 ato 12. Saat ini koperasi Saluyu memiliki MMP di Cipager, yang
memiliki usaha pensterilan susu (pasterilisasi). Untuk memperoleh susu sapi
dengan daya tahan yang lebih lama, maka koperasi harus memasukkan ke cooling
dengan suhu maksimal 4 derajat. Koperasi Saluyu mensuplai susu ke Jakarta,
kadang juga ke Bandung jika ada permintaan. Namun, koperasi juga menyediakan susu
untuk konsumen selain dari industri langganan.[8]
Harga satu liter susu bervariasi tergantung dari tingkat
kadar air yang ada di dalamnya. Jika susu memiliki kadar air yang tinggi, maka
dapat dipastikan harga susu tersebut rendah. Jika kadar airnya rendah, maka
harganya akan tinggi. Koperasi membuat tiga tingkatan harga, kategori bagus Rp.
3.500,- perliter, kategori sedang Rp. 3.000,- sampai Rp. 3.200,- perliter, dan
kategori rendah dengan harga Rp. 2.900,-.[9]
Harga susu dari koperasi ke industri sekitar Rp. 3.700,-,
jika ada konsumen yang mau membeli susu dengan eceran, maka koperasi menawarkan
harga Rp. 5.000,- perliter. Misalnya suatu industri ingin membeli susu sebanyak 1000
liter, maka koperasi bisa memberikan discount/pengurangan harga. Koperasi
sampai saat ini masih menjalin kerjasama dengan industri pakan, pakan dari
koperasi disuplai
ke peternak yang nantinya setiap
akhir bulan dipotong koperasi sesuai dengan harga susu yang telah mereka
setorkan.
Jadi, yang mereka
peroleh adalah keuntungan bersih yang tak pelak juga terkadang mereka harus
nombok untuk bayar pakan. Pakan sebenarnya bisa diproduksi sendiri khususnya
oleh koperasi, namun saat ini koperasi terbentur pada modal. Oleh karena itu, yang mengurusi pakan
diserahkan pada industri perorangan. Pakan memiliki kategori kualitas. Pakan memiliki 8 campuran, namun
untuk kualitas yang sedang memiliki 7 campuran, diantaranya dedek, bungkil
kacang, polar, sisa kue yang sudah rusak, dan lainnya.[10]
Harga pakan sapi yang jelek Rp. 2.100,- per kg, sedang pakan yang bagus Rp.
2.300,- per kg yang sudah dioplos/dicampur dengan bungkil kelapa.
Jika kualitas pakan bagus, maka kualitas susu yang
dihasilkan juga bagus. Namun, kadang-kadang ada yang tidak
bagus terutama
ketika sapi terserang penyakit, misalnya penyakit kembung yang
biasa diderita sapi pada umumnya.
Selanjutnya,
masalah faktor yang menyebabkan susu kena bakteri sehingga harga menurun adalah
karena kebersihan kandang yang tidak terkontrol, keadaan sapi, kebersihan orang
yang memeras dan kebersihan alat yang digunakan dalam memeras.
Alat ukur yang
ada di TPS dan koperasi tidak dapat mengecek kandungan
bakteri, hanya mampu melihat kandungan yang ada didalamnya, misalnya lemak,
protein, SNF dan yang lainnya. Sedangkan pihak yang bisa memeriksa ada atau
tidaknya kandungan bakteri di dalam susu adalah industri, dengan sistem
kategorisasi harga jika bakterinya banyak maka harganya rendah.
Modal usaha koperasi diawali dari iuran beberapa orang yang memiliki modal dan
selanjutnya digulirkan pada usaha susu. Dan, semakin lama jumlah anggota semakin
bertambah, serta produksi
semakin besar.
Koperasi Saluyu juga mengadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang agendanya
jatuh setiap akhir Maret. Rapat juga sering dilakukan pengurus dengan anggota
setiap sekali 3 bulan, namun kegiatan ini belum bisa terjangkau untuk setiap
anggota, koperasi hanya mengundang pengurus tiap kelompok.
Setelah adanya koperasi respon masyarakat sangat bagus, karena koperasi sangat
membantu kesejahteraan peternak pada umumnya. Namun, harga pakan yang
mahal selalu menjadi kendala utama koperasi dan anggota, sedangkan harga susu
tidak pernah naik. Pihak koperasi juga tidak bisa memberikan solusi untuk
menurunkan harga pakan atau menaikkan harga susu, karena yang mematok harga
susu adalah industri, koperasi tidak bisa berbuat apa-apa.
Namun ternyata fakta di lapangan tidak berjalan seperti yang
diharapkan. Pasar dimanipulasi oleh masyarakat yang berkepentingan mengaturnya
dengan institusi yang ada. Koperasi disetir oleh kelompok bisnis yang kuat dan
merugikan yang lemah. Bahkan, koperasi yang ada di Cisantana hanya dimiliki oleh beberapa
orang saja, bukan miliki oleh anggota/peternak itu sendiri
Oleh karena
itu, rasa kepemilikan peternak terhadap koperasi rendah. Banyak anggota
koperasi yang memilih untuk menjual susu ke koperasi lain. Koperasi tersebut
memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan koperasi yang menjual
dengan harga lebih rendah. Meskipun peternak tersebut sering diklaim sebagai
anggota koperasi yang tidak konsisten.
Pada awalnya, koperasi yang menjadi tumpuan harapan peternak untuk
menjual hasil susu perah hanya koperasi Dewi Sri, namun sekarang sudah pailit.
Hingga saat ini koperasi di desa Cisantana ada 4 yaitu, (1) koperasi Karya Nugraha, (2) koperasi Larasati (berada di
wilayah Cipari), (3) koperasi
Saluyu (berada di daerah Pasir) dan (4) koperasi Pamoko. Selanjutnya koperasi-koperasi tersebut akan
menjual susu sapi ke perusahaan-perusahan seperti Indomilk, Putra Jaya di
Bandung, Susu Bendera di Pasar Rebo, dan yang lainnya.[11]
Koperasi-koperasi yang ada sepertinya merupakan kumpulan
modal (investasi pemilik modal untuk mendapatkan hasil lebih banyak
dibandingkan anggota lain yang modalnya sedikit), bukan kumpulan orang dalam
tujuan yang sama (mensejahterakan anggotanya secara merata). Peternak terikat
kontrak menjadi anggota koperasi karena peternak meminjam sejumlah uang kepada
bank. Pembayaran hutang melalui koperasi yang bermitra dengan bank dengan cara
menyetorkan susu sapi yang dihasilkan ke koperasi. Peternak membeli pakan yang
harganya relatif mahal ke koperasi, karena dengan begitu peternak bisa
mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang besar. Hal ini menyebabkan peternak “terpaksa” harus membeli pakan dari koperasi.
Harga jual susu sapi tidak sebanding dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membeli pakan yang harganya relatif mahal. Oleh karena itu, peternak sering rugi. Hal ini senada
seperti yang diungkapkan oleh pak Momon, bahwa dari
tiap satu ekor sapi yang diurusnya, ia hanya bisa menghasilan pemasukan yang
pas-pasan saja bahkan seringkali tombok.
Hal ini seperti
yang bisa dilihat dari analisis biaya produksi dan keuntungan yang didapat dari
satu ekor sapi dalam satu hari sebagai berikut:
No.
|
Pembiayaan
|
Ukuran
|
Harga
|
Jumlah
|
1.
|
Pakan 1 hari
|
2
kali sehari
|
Rp. 60.00,-/makan
|
Rp.
120.000,-
|
Total
|
Rp.
120.000,-
|
Tabel 12
Sumber: Pak
Momon
Berdasarkan
tabel di atas, dapat diketahui
pengeluaran untuk pakan perhari mencapai Rp. 120.000. Sedangkan rata-rata hasil
susu perah sebanyak 20 liter per hari dengan harga jual ke koperasi sebesar Rp.
4.500. Jadi,
bisa diakumulasikan pendapatan peternak sapi perah dalam satu hari sebesar Rp.
90.000. Tetapi jumlah tersebut belum dikurangi biaya pakan yang harganya lebih
mahal dibandingkan dengan harga jual susu. hal ini seperti yang bisa
dilihat dalam tabel.
Item
|
Jumlah
|
Hasil
|
Hasil susu sapi perah 1 hari
|
Rp. 90.000,- (20 liter)
|
90.000,-
|
Pakan
|
Rp.
120.000,-
|
120.000,-
|
Rugi
|
40.000,-
|
Tabel 13
Tabel di atas adalah jumlah hasil
penjualan susu sapi dikurangi modal pembelian pakan, namun hasilnya merugi.
Berikut adalah akumulasi hasil susu dari seluruh sapi yang ada di Cisantana
berdasarkan periodenya.
Item
|
Ukuran
|
Jumlah
|
Total
|
Total hasil susu dalam 1
hari
|
3000 ekor
|
Rp.
90.000,-/ekor
|
270.000.000,-
|
Total hasil susu dalam 1
bulan
|
30
hari
|
Rp.
270.000.000,-/hari
|
8.100.000.000,-
|
Total hasil susu dalam 1
tahun
|
12 bulan
|
Rp.
8.100.000.000,-/bulan
|
97.200.000.000,-
|
Tabel 14
Jumlah penghasilan kotor dalam jangka waktu satu bulan dari
seluruh total sapi yang ada Rp. 8.100.000.000. Jumlah tersebut belum
diakumulasikan dengan potensi-potensi lainnya, seperti kotoran sapi.
Hasil pengamatan dari
penelusuran mata air, masyarakat membuang kotoran sapi melalui aliran-aliran
sungai kecil yang alirannya mengalir
beriringan dengan sumber mata air. Jika musim hujan tiba,
aliran kotoran sapi meluap dan
menggenangi mata air sehingga kotor dan bau. Padahal mata air digunakan untuk
keperluan sehari-hari.
Berikut tabel akumulasi kotoran seluruh sapi yang ada di Cisantana.
Item
|
Ukuran
|
Jumlah
|
Total (kg)
|
Total (ton)
|
Jumlah kotoran sapi
dalam 1 hari
|
3000 ekor
|
25
kg/ekor
|
75.000
|
75
ton
|
Jumlah kotoran sapi
dalam 1 bulan
|
30
hari
|
75.000
kg/hari
|
2.250.000
|
2.250
ton
|
Jumlah kotoran sapi
dalam 1 tahun
|
12 bulan
|
2.250.000
kg/bulan
|
27.000.000
|
27.000
ton
|
Tabel 15
Jumlah keseluruhan kotoran sapi sangat fantastis jika
masyarakat dapat mengelolanya. Kotoran sapi bisa ditransformasikan menjadi
biogas, pupuk kandang, serta urine sapi dapat dijadikan sebagai obat anti hama
yang alami. Hal ini dapat terwujud jika ada perhatian dan aksi langsung dari
pemerintah desa.
C. Potensi Geothermal Vs Potensi Kotoran Sapi
Energi geothermal
merupakan sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang
dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Istilah geothermal berakar dari
bahasa Yunani dimana kata, "geo", berarti bumi dan,
"thermos", berarti panas, menjadi geothermal yang juga sering disebut
panas bumi. Energi panas di inti bumi sebagian besar berasal dari peluruhan
radioaktif dari berbagai mineral di dalam inti bumi.[1]
Kuningan memiliki potensi
panas bumi sebesar 235 Megawatt. Potensi tersebut, berada di tiga titik kawasan
kaki Gunung Ciremai yaitu, Desa Sangkanhurip Kecamatan Cigandamekar, Desa
Ciniru dan Desa Penjambon Kecamatan Jalaksana.[2]
Manfaat yang diperoleh dari pembangkit listrik yang
menggunakan energi panas bumi memberikan beberapa keuntungan diantaranya
menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit lain
seperti batubara, minyak atau yang menggunakan gas alam, tidak terjadinya
pembuangan limbah secara terbuka karena air kondensat dan air produksi
diinjeksikan kembali ke dalam sumur untuk menjaga kestabilan tekanan reservoir.
Hal ini menjadikan panas bumi sebagai energi alternatif yang renewable (terbarukan). Luas lahan yang
digunakan relatif lebih kecil dibandingkan dengan proyek
pembangkitan/penambangan lain.[3]
Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak sehingga dapat menghemat
cadangan minyak bumi.[4]
Selain itu dapat meningkatkan pendapatan pemerintah, timbulnya peluang kerja,
dan berkembangnya ekonomi baru.[5] Tenaga ini juga tidak berisik dan
dapat diandalkan. Pembangkit listik tenaga geothermal menghasilkan listrik
sekitar 90%, dibandingkan 65-75 persen pembangkit listrik berbahan bakar fosil.[6]
Jika dirinci, dampak negatif[7]
penting yang timbul akibat kegiatan pembangunan PLTP Bedugul antara lain
menurunnya kualitas udara, meningkatnya bising dan getaran, menurunnya sifat
fisik dan kimia tanah, menurunnya stabilitas tanah, meningkatnya erosi dan
sedimentasi, dan terjadinya bahaya longsoran. Di samping itu, terjadinya bahaya
amblesan, menurunnya potensi dan kualitas air danau, air tanah, dan mata air,
terjadinya perubahan tata guna lahan dan hutan, menurunnya kelimpahan dan
keanekaragaman flora dan fauna, dan menurunnya nilai kesakralan kawasan hulu
juga dianggap merupakan dampak negatif penting yang mesti ditanggulangi. Dampak
negatif lainnya adalah timbulnya keresahan masyarakat, gangguan kamtibmas,
menurunnya kesehatan masyarakat, kecelakaan kerja, dan gangguan transportasi.
Selain
itu keluarnya campuran beberapa gas, diantaranya karbondioksida (Co2), hidrogen
sulfida (H2S), metana (CH4) dan amonia (NH3) ikut andil pada pemanasan global,
hujan asam, bau yang tidak sedap serta beracun., pembangunan pembangkit juga
merusak stabilitas tanah, pasokan air bersih berkurang, adanya gempa minor yang
mengakibatkan gunung meletus.[8]
Dari segi
pemanfaatannya, kotoran sapi memiliki banyak potensi. Kotoran sapi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan biogas, bahan pembuatan kerajinan keramik dan pakan
ikan lele. Selain harganya yang relatif lebih murah, kotoran sapi akan
menjadikan ikan lele lebih memiliki kandungan gizi dan nutrisi yang tinggi
serta rendah kolestrol. Selain itu, kotoran sapi juga bisa dimanfaatkan sebagai
aneka kerajinan dan bahan bangunan. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai bahan
bangunan jauh lebih hemat, harga batu bata hanya 280 rupiah per buah, lebih
murah karena bahannya berasal dari limbah, sedangkan harga batu bata dari tanah
liat paling murah 500 rupiah per buah. Di samping itu, kotran sapi juga bisa
dibuat untuk bahan bakar berupa arang
sebagai pengganti kayu bakar dan batubara.
Sebuah cerita
yang datang dari desa Raghurajpur di India, penduduk di desa ini memanfaatkan
kotoran sapi sebagai bahan pembuatan aneka kreasi kerajinan tangan, mulai dari
kertas hias, lukisan, karya patung dan lain sebagainya.[9]
Energi yang
dihasilkan lebih tinggi dari gas alam, emisinya lebih rendah karena tidak
mengandung S dan CO2 yang dihasilkan lebih rendah, mengatasi kualitas udara
yang buruk akibat pencemaran oleh bahan bakar fosil, menghasilkan pupuk organik
berkualitas tinggi.[10]
Kelebihan pupuk organik sebagai berikut.[11]
1.
Pupuk organik harganya murah dan mudah dibuat
sendiri.
2.
Pupuk organik mengandung unsur mikro yang
lebih lengkap dibanding pupuk anorganik.
3.
Pupuk organik akan memberikan kehidupan
mikroorganisme tanah yang selama ini menjadi sahabat petani dengan lebih baik.
4.
Pupuk organik mampu berperan memobilisasi atau
menjembatani hara yang sudah ada ditanah sehingga mampu membentuk partikel ion
yang mudah diserap oleh akar tanaman.
5.
Pupuk organik berperan dalam pelepasan hara
tanah secara perlahan dan kontinyu sehingga dapat membantu dan mencegah
terjadinya ledakan suplai hara yang dapat membuat tanaman menjadi keracunan.
6.
Pupuk organik membantu menjaga kelembaban
tanah dan mengurangi tekanan atau tegangan struktur tanah pada akar-akar
tanaman
7.
Pupuk organik dapat meningkatkan struktur
tanah dalam arti komposisi partikel yang berada dalam tanah lebih stabil dan
cenderung meningkat karena struktur tanah sangat berperan dalam pergerakan air
dan partikel udara dalam tanah, aktifitas mikroorganisme menguntungkan,
pertumbuhan akar, dan kecambah biji.
8.
Pupuk organik sangat membantu mencegah
terjadinya erosi lapisan atas tanah yang merupakan lapisan mengandung banyak
hara.
9.
Pemakaian pupuk organik juga berperan penting
dalam merawat/menjaga tingkat kesuburan tanah yang sudah dalam keadaaan
berlebihan pemupukan dengan pupuk anorganik/kimia dalam tanah.
10.
Pupuk organik berperan positif dalam menjaga
kehilangan secara luas hara nitrogen dan fosfor terlarut dalam tanah.
11.
keberadaan pupuk organik yang tersedia secara
melimpah dan mudah didapatkan.
12.
Kualitas tanaman yang menggunakan pupuk
organik akan lebih bagus jika dibanding dengan pupuk kimia sehingga tanaman
tidak mudah terserang penyakit dan tanaman lebih sehat.
13.
Untuk kesehatan manusia tanaman yang
menggunakan pupuk organik lebih menyehatkan karena kandungan nutrisinya lebih
lengkap dan lebih banyak.
Cisantana pada
tahun 2014 memiliki
tidak kurang dari 3000 ekor
sapi. Oleh karena itu,
penanganan limbahnya baik itu limbah padat maupun cair dalam bentuk feses
maupun urine yang dibuang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal, seekor sapi dapat menghasilkan limbah berupa
feses dan urine lebih kurang 25 kg per hari.
Tabel 1
Kandungan Bahan Kering dan Volume Gas yang
Dihasilkan Tiap Jenis Kotoran[12]
Jenis
|
Banyak Tinja(Kg/hari)
|
Kandungan Bahan Kering -BK (%)
|
Biogas yang Dihasilkan (m3/kg.BK)
|
Gajah
|
30
|
18
|
0,018-0,025
|
Sapi/Kerbau
|
25-30
|
20
|
0,023-0,040
|
Kambing/Domba
|
1,13
|
26
|
0,040-0,059
|
Ayam
|
0,18
|
28
|
0,065-0,116
|
Itik
|
0,34
|
38
|
0,065-0,117
|
Babi
|
7
|
9
|
0,040-0,059
|
Manusia
|
0,25-0,4
|
23
|
0,020-0,028
|
Sedangkan untuk mengetahui konversi biogas
menjadi energi lain,[13]
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2
Konversi Biogas dan Penggunaannya
Penggunaan
|
Energi 1m3 biogas
|
Penerangan
|
Lampu 60-100 selama 6 jam
|
Memasak
|
Memasak 3 jenis makanan untuk 5-6
orang
|
Tenaga
|
Menjalankan motor hp selama 2 jam
|
Listrik
|
4,7 kWh listrik
|
Dari tabel di atas dapat diketahui jumlah
potensi biogas yang dapat dihasilkan oleh limbah kotoran sapi yang berada di
Cisantana melalui perhitungan sebagai berikut:
Item
|
Ukuran
|
Jumlah
|
Hasil
|
Jumlah kotoran sapi
|
25 kg/ekor
|
3000 ekor
|
75.000
kg ×
0,20 ꞊
15.000
kg.BK ×
0,04 ꞊
600
/hari
×
4,7
kWh ꞊
2.820
kWh/ hari
|
Kandungan bahan kering kotoran
Sapi
|
25 kg/ekor
|
20% (0,20)
|
|
Biogas yang dihasilkan
|
25 kg/ekor
|
0,04 m3/kg. BK
|
|
Konversi biogas menjadi listrik
|
energi 1 m3 biogas
|
4,7 kWh energi listrik
|
|
Total
energi listrik
|
2.820
kWh/hari
|
Di atas adalah perhitungan kotoran sapi
menjadi biogas dengan cara mengalikan kandungan bahan kering kotoran sapi
(0,20) dengan biogas yang dihasilkan (0,04 m3/kg.BK) serta konversi biogas
menjadi listrik (4,7 kWh energi
listrik). Sehingga didapatkan hasil 2.820 kWh/hari. Berikut adalah akumulasi
energi
listrik berdasarkan periodenya.
Item
|
Ukuran
|
Jumlah
|
Total (kWh)
|
Total (MWh)
|
Total energi listrik dalam 1 bulan
|
30 hari
|
2.820 kWh/hari
|
84.600 kWh/bulan
|
84,6 MWh/bulan
|
Total energi listrik dalam 1 tahun
|
12 bulan
|
84.600
kWh/bulan
|
1.015.200 kWh/tahun
|
1,015,2 MWh/ tahun
|
Rata-rata pemakaian listrik di desa mencapai 1
kWh/hari, sedangkan di kota bisa sampai 2 kWh/hari.[14]
Berdasarkan total energi listrik dari
kotoran sapi di atas, dengan jumlah kepala keluarga yakni 1950 KK, dapat
memenuhi kebutuhan listrik di Cisantana. Jadi, total energi yang digunakan penduduk Cisantana hanya sebesar 1950 kWh sehingga terdapat lebihan daya sebesar 870 kWh/hari.
Sisa daya tersebut dapat digunakan penduduk desa Babakan Mulya maupun kelurahan
Cigugur sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran listrik ke PLN.
Berikut konversi energi listrik menjadi rupiah
dengan kisaran harga Rp.979/kWh.
Ukuran
|
Jumlah
|
Total (Rupiah)
|
Rp. 979/kWh
|
2.820 kWh/hari
|
Rp. 2.760.780,-/hari
|
Rp. 979/kWh
|
84.600 kWh/bulan
|
Rp.82.823.400,-/bulan
|
Rp. 979/kWh
|
1.015.200 kWh/tahun
|
Rp. 993.880.800,-/tahun
|
Perbandingan energi dari geothermal dengan
pemanfaatkan kotoran sapi menjadi barang ekonomis ternyata jauh lebih
menguntungkan kotoran sapi. Manfaat kotoran sapi lebih banyak dibandingkan
kerugiannya, sedangkan geothermal (meski energi yang dihasilkan tinggi dan dapat diperbarui)
memiliki kerugian yang lebih banyak dibandingkan manfaat yang dihasilkan. Untuk
apa menyetujui dan melaksanakan proyek geothermal yang diusung oleh Chevron
yang jelas-jelas dampaknya akan merugikan masyarakat yang tinggal di sekitar
gunung Ciremai. Bahkan ulah Chevron di negara Ekuador dalam pengeboran minyak
justru merusak lingkungan dan membuat masyarakat sengsara.[15] Lebih baik memanfaatkan limbah kotoran sapi
yang memiliki banyak manfaat.
KESIMPULAN
Cisantana merupakan
desa yang memiliki hasil pertanian dan peternakan yang melimpah. Hal ini
seharusnya dapat mensejahterakan masyarakat yang ada di sekitarnya apabila
dikelola dengan maksimal. Namun, banyak faktor yang menyebabkan hal itu belum
terlaksana. Misalnya, petani yang dulu menggarap lahan di kawasan lereng gunung
milik perhutani tidak dapat menggarap lahan itu karena kepemilikan lahan perhutani
beralih menjadi milik TNGC. Regulasi yang mengiringi peralihan kepemilikan
lahan juga berisi larangan masyarakat sekitar yang memanfaatkan lahan tersebut.
Namun, pemerintah justru mempersilahkan Chevron untuk mengeksplorasi sumber daya yang ada di lahan milik TNGC,
bahkan diberikan secara cuma-cuma.
Awalnya,
masyarakat tidak sadar bahaya yang akan terjadi ketika proyek geothermal itu
terwujud. Hal ini karena informasi yang diberikan kepada masyarakat Cisantana
tidak transparan. Namun, seiring berjalannya waktu mereka memahami bahaya
proyek geothermal setelah melakukan studi banding ke daerah yang telah
menerapkan program geothermal.
Petani yang
beralih profesi menjadi peternak ternyata tidak bisa sejahtera karena
kungkungan tengkulak berwajah koperasi. Hasil penjualan susu sapi tidak dapat
menutupi biaya pengeluaran pemeliharaan sapi, sehingga peternak sering merugi.
Padahal, jumlah sapi yang ada di Cisantana sebanyak 3000 ekor. kotoran sapi
yang melimpah itu belum dimanfaatkan dengan maksimal. Bahkan, kotoran sapi
dibuang ke aliran sungai yang beriringan dengan mata air. Hal ini dapat
mencemari lingkungan.
Kotoran
sapi yang melimpah bisa digunakan sebagai biogas bisa menjadi energi alternatif
yang benar-benar ramah lingkungan dibandingkan geothermal. Selain itu,
pemanfaatan kotoran sapi bisa dirubah menjadi barang yang bernilai ekonomis
sehingga dapat meningkatkan pemasukan bagi masyarakat Cisantana. Jadi, lebih
baik memanfaatkan kotoran sapi daripada mewujudkan proyek geothermal.
[1]Wawancara dengan
Opang, 10 Mei 2014.
[2]
Ibid.
[3]Presentasi
Zakiyatul Fuad di Seminar Nasional jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dengan
tema “Kedaulatan
Sumber Daya Alam Diantara Kepentingan Investor dan Masyarakat Lokal”, Rabu, 26 Maret 2014
[4]
Wawancara dengan Nana, 10 Mei 2014.
[5]
http://green.kompasiana.com/polusi/2013/10/04/kotoran-sapi-bermanfaat-sebagai-bahan-baku-gas-bio--597563.html, diakses pada tanggal 17 Agustus 2014 pukul 00:24.
[6]
http://787bg.blogspot.com/2012/06/keunggulan-dan-kelemahan-biogas-dan.html,
diakses pada tanggal 17
Agustus 2014
pukul 00.36.
[7]
http://www.gerbangpertanian.com/2012/03/kelebihan-pupuk-organik-dibanding-kimia.html ,
diakses pada tanggal 17 Agustus 2014 pukul 00.53.
[8]
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB8QFjAA&url=http%3A%2F%2Fdigilib.its.ac.id%2Fpublic%2FITS-Undergraduate-16512-2208100628-Paper.pdf&ei=ZJr8U8a3AYOHuATJxoGQBw&usg=AFQjCNEFK5xNgSHrymBxWzn0_wDrHR9JMQ&bvm=bv.73612305,d.c2E, diakses pada tanggal 27 Agustus 2014 pukul 21:31.
[10]
Wawancara dengan Yus, 14 Agustus 2014.