Kamis, 09 April 2015

SEJARAH DESA CISANTANA CIGUGUR KUNINGAN JAWA BARAT



POTENSI KOTORAN SAPI VERSUS GEOTHERMAL: STUDI POTENSI SUMBERDAYA DI DESA CISANTANA KECAMATAN CIGUGUR KUNINGAN JAWA BARAT
Oleh:
A. Syatori
Anis Tamamatunnisa
Abdullah
Lia Fitrianingsih

A. Selayang Pandang Desa Cisantana
Desa Cisantana terletak di bawah kaki gunung Ciremai. Cisantana terbagi menjadi 5 dusun, yaitu dusun (1) Cisantana, (2) Malar Aman, (3) Palutungan, (4) Sukamanah dan (5) Dano. Cisantana merupakan salah satu desa penghasil sayuran dan ternak di wilayah kecamatan Cigugur, kabupaten Kuningan.
Luas wilayah desa Cisantana adalah ±1.199.500 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut.
a.       Sebelah Utara     : desa Gunung Keling
b.      Sebelah Barat      : kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
c.       Sebelah Selatan   : desa Babakan Mulya
d.      Sebelah Timur     : Kelurahan Cigugur
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam peta di bawah ini.
Cisantana termasuk desa yang berada di kawasan dataran tinggi yaitu 750-1.200 mdpl. Iklim curah hujannya 3.500 mm/tahun. Jumlah bulan hujan 3-6 bulan dan suhu rata-rata harian 26-32 c.
Geografis membuat desa Cisantana sangat cocok untuk dijadikan lahan pertanian dan ternak. Fakta di lapangan membuktikan bahwa masyarakat di sana mayoritas mata pencahariannya adalah petani dan peternak.  Menurut data dari profil desa, masyarakat yang memiliki lahan pertanian sebanyak 1.502 kepala keluarga.
Adapun komposisi jumlah penduduk desa Cisantana pada tahun 2013 sebagai berikut.
Jumlah laki-laki
3.757 orang
Jumlah Perempuan
3.280 orang
Total
7.037 orang
Jumlah kepala keluarga
1950 orang
Sumber: Profil desa Cisantana 2013

B.  Romantisme Historis Desa Cisantana
Nama Cisantana diambil dari bahasa pewayangan, yakni, dari kata “Cis” dan “Santana”. Cis adalah keris, sedangkan Santana adalah menak/elit. Jadi kalau digabungkan Cisantana adalah keris milik orang elit. Keris melambangkan pemberani, dan elit menunjukkan orang-orang Cisantana ini berwibawa, berpendidikan.[1]
Sejarah desa Cisantana[2] dimulai dari masa sebelum penjajahan yang diprakarsai oleh 3 tokoh sepuh yang diutus oleh Syekh Syarif Hidayatullah. Ketiga tokoh tersebut yaitu mbah Semut, mbah Sanggem, dan mbah Taluk yang ketiganya dipimpin oleh Raden Arya Kemuning. Pada mulanya mereka mendirikan padepokan yang berada di kawasan lereng gunung yang sekarang dinamakan Cigowong. Bukti keberadaan 3 tokoh sepuh tersebut adalah adanya makam. Dua makam berada di Depok dan yang satunya berada di dekat kantor desa Cisantana.
Menurut sejarah, Belanda menjajah desa Cisantana sekitar tahun 1825 dan dipimpin oleh Jenderal yang bernama Tuan Rosen dan Wiliamsi. Kedatangan mereka untuk merampas hasil bumi masyarakat Cisantana. Pada waktu itu, masyarakat Cisantana memiliki hasil tani yang melimpah terutama hasil dari tanaman teh yang letaknya dekat dari kawasan bumi perkemahan yang saat ini disebut dengan tanah Erpah (erpacht). Bukti itu tergambar dari adanya puing-puing bangunan pabrik teh.
Selain itu, penjajah Belanda itu juga telah membuat jalan dari Cigugur hingga desa Cisantana. Untuk mengawasi gerak gerik Belanda, sesepuh memerintahkan kepada 2 orang pemberani yakni Eyang Panulisan dan Eyang Depok. Eyang Panulisan memiliki keahlian dalam bidang mencermati, sedangkan Eyang Depok sebagai jawara/pemberani. Bukti otentik adanya kedua pahlawan ini yaitu adanya makam. Untuk eyang Panulisan makamnya terletak dikawasan dekat Gua Maria dan makam Eyang Depok terletak di Dukuh Daria, yakni, sebuah wilayah yang saat ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
Setelah sekian lama Belanda menjajah, kemudian desa tersebut dijajah pula oleh Jepang tepatnya pada tahun 1942. Mereka  merusak pabrik teh yang didirikan oleh Belanda. Kemudian, pada bekas pabrik teh itu dibangun menjadi pabrik air minum kemasan yang sampai saat ini puing-puingnya masih ada.
 Setelah Indonesia merdeka, desa ini belum menjadi desa. Menurut keterangan Pardiman[3], pada tahun 1936 Cisantana masih tergolong dusun dari desa Puncak. Desa Puncak ini memiliki 11 dusun, yaitu dusun (1) Puncak, (2) Pakembaran, (3) Dano, (4) Ciwuni, (5) Tarikolot, (6) Cikondang, (7) Mulya Asih, (8) Palutungan, (9) Santana, (10) Babakan Mulya dan (11) Sukamanah.
Pada tahun 1950-an bangsa Indonesia menghadapi berbagai gangguan keamanan dalam negeri berupa pemberontakan-pemberontakan politik dan pemberontakan bersenjata. Beberapa pemberontakan bersenjata yang berupaya merongrong keberadaan NKRI yang baru berdiri itu antara lain pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) di Jawa Barat pimpinan Sekarmaji Marijan (SM) Kartosuwiryo.
Sekarmaji Marijan (SM) Kartosuwiryo sebagai pimpinan separatis memiliki gagasan untuk mendirikan Negara Islam di wilayah Indonesia. Ide tersebut muncul sejak sebelum tahun 1945. Gerakan itu terdeteksi pada tahun 1946 dengan terjadinya penyerangan terhadap pos dan markas pasukan Siliwangi di Malangbong. Dalam perjalanannya, gerakan DI/TII semakin intensif mengadakan gangguan dan penyerangan terhadap obyek-obyek vital Republik Indonesia sebagai negara yang sah setelah perjanjian Renville antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 17 Januari 1948. Dalam mewujudkan cita-cita dan gagasannya untuk mendirikan negara Islam, Kartosuwiryo mengadakan konsolidasi dengan mengadakan tiga kali konferensi dan terakhir di Cipeundeuy Tasikmalaya pada bulan Maret 1948.
Pergolakan politik antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan gerakan separatis DI/TII memaksa warga kampung Palutungan direlokasi ke wilayah barat menjauh dari puncak Ciremai yang menjadi basis pertahanan tentara DI/TII pimpinan Kartosuwiryo. Warga kampung Palutungan yang masih tersisa dari pembantaian massal dan pembakaran rumah oleh gerakan separatis DI/TII pimpinan Kartosuwiryo menyambut baik niat pemerintah Republik Indonesia untuk memindahkan mereka ke area yang steril dari jangkauan DI/TII. “Kala itu, tahun 1954 kami pindah secara sukarela ke arah barat lereng Ciremai dengan harapan kami dapat hidup aman dari gangguan tentara DI/TII yang setiap saat mengancam nyawa kami”.[4]
Sejak pecahnya konflik bersenjata antara Tentara Nasional Indonesia dengan gerakan separatis bersenjata DI/TII pimpinan Kartosuwiryo, rakyat bersama Tentara Nasional Indonesia bahu-membahu mempersempit ruang gerak DI/TII. Puncaknya pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditangkap. Wujud apresiasi permerintah atas kerjasama yang diberikan rakyat Kuningan (Malar Aman) dalam menumpas gerakan separatis DI/TII adalah dibagikannya kavling pemukiman kepada warga. Kala itu, sekitar 200-an KK[5] secara merata mendapat lahan pemukiman seluas 14 Bata (I bata = 1x14 M atau 2x7 M) untuk setiap KK. Mereka berharap mendapat keamanan di wilayah yang baru ini (Supaya aman; Malar Aman). Setelah para gerombolan itu pergi, warga yang mengungsi ke Santana kembali lagi ke atas, namun bukan di tempat yang dulu yaitu Cigowong, melainkan di kampung Palutungan.
Pada tahun berikutnya, tepatnya tahun 1980, Cisantana sudah menjadi desa sendiri yang dipimpin oleh kepala desa yang bernama Emon Sutono. Pada saat inilah Cisantana berkembang, mulai dari pengaturan listrik, pengairan, pembangunan dan perekonomian rakyat yang baik. Walaupun dulu saat masih menjadi dusun, perekonomian warga sudah cukup baik dan, setelah menjadi sebuah desa, kondisi perekonomiannya semakin meningkat. Pada zaman dulu, masyarakat menggunakan 12 buah diesel untuk menghasilkan listrik. Pada tahun 1980 listrik masuk ke desa Cisantana. Sistem pengairan menggunakan pipa karet, kemudian beralih menggunakan pipa paralon, terus berkembang hingga sekarang menggunakan pipa besi. Dulu jalan masih berupa tanah dan bebatuan namun pada tahun 1981 mulai diaspal.

C. Mengenal Lebih Dalam Sosial Budaya di Cisantana
Cisantana merupakan desa yang memiliki keberagaman agama. Menurut paparan Pak Hilman[6] bahwa warga di desa ini menganut 4 agama, ada yang menganut agama Islam, Kristen, Katholik dan Penghayat. Keberagaman agama tersebut tidak mengakibatkan konflik antar warga. Mereka hidup rukun dalam kehidupan sehari-harinya.
Menurut data dari profil desa, dari jumlah penduduk sebanyak 7.037 jiwa yang memeluk agama Islam jumlahnya ada 5.859 jiwa, yang menganut agama Kristen ada 4 jiwa, yang menganut agama Katholik ada 1.122 jiwa dan terakhir warga yang menganut Kepercayaan ada 52 jiwa. Adapun dari segi pendidikan menurut data profil desa bahwa hanya ada 34 orang yang berusia 18-56 tahun tidak  tamat SD dan 31 orang (usia 18-56 tahun) tidak pernah sekolah dari jumlah penduduk 7.037 jiwa.
Selanjutnya mengenai jenis pekerjaannya dimana menurut data dari profil desa ada 19 jenis mata pencaharian warga desa ini. Yaitu sebagaimana yang terdapat di tabel dibawah ini.
No
Jenis Pekerjaan
Laki-laki
(orang)
Perempuan
(orang)
Jumlah
(orang)
1.
Petani
390
112
502
2.
Buruh Tani
290
365
655
3.
PNS
62
43
105
4.
Pengrajin
9
62
71
5.
Pedagang
102
84
186
6.
Peternak
1425
-
1425
7.
Montir
4
-
4
8.
Tukang Kayu
22
-
22
9.
Tukang Batu
18
-
18
10.
TNI
8
-
18
11.
Polri
5
-
5
12.
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
67
19
86
13.
Pengusaha Kecil Menengah
7
5
86
14.
Pengacara
-
-
-
15.
Notaris
-
-
-
16.
Dosen Swasta
4
-
4
17.
Guru Swasta
29
22
51
18.
Seniman
5
3
8
19.
Karyawan Swasta
265
182
447

Jumlah
2.712
897
3.609
Sumber: Profil Desa Cisantana 2012
Berbicara mengenai kebudayaan, desa Cisantana memiliki kebudayaan yang tidak jauh berbeda dengan budaya yang ada desa-desa lain. Namun, ada satu adat istiadat yang bernuansa budaya yang mencolok adalah upacara “seren taun” yang diadakan tiap tahun. Mayoritas yang melaksanakan upacara itu utamanya adalah warga Katholik dan penganut kepercayaan Sunda Wiwitan, sedangkan sebagian besar umat Islam sendiri menganggap upacara seren taun adalah upacara khusus untuk mereka (warga Sunda Wiwitan). Jadi, warga tidak melihat nilai budayanya, yang dilihat bahwa upacara seren taun itu merupakan ritual adat istiadat Sunda Wiwitan. Sejak periode pemerintahan Gus Dur sampai sekarang, acara seren taun menjadi event nasional. Acara seren taun sendiri dipandang oleh para pelakunya sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil tani yang dilaksanakan setiap tahun, yaitu tiap tanggal 22 raya Agung.[7] Dengan adanya keberagaman agama tidak menjadikan warga berkonflik karena kebanyakan dari warga Cisantana ini masih satu turunan.[8]
Gereja untuk umat Katholik di Cisantana bernama “Gereja Putri Sejati”, dibawah bimbingan yayasan Salib Suci, sama dengan gereja yang berada di  kelurahan Cigugur. Persatuan adat istiadat semakin hari kian berubah. Misalnya, dulu ketika peringatan hari raya Idul Fitri, umat non-muslim mengirim makanan kepada warga muslim, jadi saat lebaran, umat non-muslim juga ikut lebaran. Begitupun sebaliknya, ketika acara natalan, warga muslim akan memberikan makanan kepada orang non-muslim. Namun, dalam lima tahun terakhir, tradisi mengirim makanan pada saat peringatan hari besar agama sudah hilang. Pada saat peringatan hari besar, warga sekarang hanya sebatas mengucapkan selamat kepada warga yang merayakan.[9]
Berbicara masalah adat, hubungan antar agama dalam hal berdoa juga sudah banyak berubah. Dahulu, kalau ada orang muslim meninggal dunia, umat Katholik atau non-muslim juga akan ikut berdoa, hanya saja warga muslim di dalam rumah dan warga non-muslim di luar, hanya sebatas menyaksikan atau mendengarkan. Saat ini budaya itu sudah berubah, berdoa hanya dilakukan berdasarkan agama yang memiliki hajat. Kalau masalah makanan, masyarakat Cisantana sudah memiliki konsensus bahwa ketika ada hajatan, maka makanan yang disajikan harus halal. Hal ini sudah menjadi kesepakatan bersama antara warga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat pemerintahan.[10]
Berbicara masalah kegiatan gotong-royong warga Cisantana, sampai saat ini masih berjalan dengan bagus. Untuk membangun rumah maupun tempat peribadatan, mereka bahu membahu saling membantu. Peringatan keagamaan, misalnya 1 Muharram dan Maulid Nabi, peringatannya berupa pengajian atau majelis ta’lim plus lomba-lomba keagamaan. Selanjutnya, Pardiman, sesepuh agama Katholik, seseorang yang pernah menjabat sebagai rurah/ketua dusun di desa Cisantana mengatakan bahwa masyarakat desa Cisantana ini saling membantu, menghormati, gotong royong, walaupun berbeda agama.
Adapun mengenai lembaga pendidikan di desa ini cukup beragam, mulai dari formal dan non-formal. Untuk yang formal mulai dari TK sampai SMA. Untuk yang non-formal ada TPA, PAUD dan Pondok Pesantren. Hal itu seperti yang tertuang dalam tabel di bawah ini.
Pendidikan Formal Umum di Desa Cisantana Tahun 2013
Tingkat pendidikan
Jumlah
Tenaga Pengajar
TK/Sederajat
2
8
SD/Sederajat
4
71
SLTP/Sederajat
1
15
SLTA/Sederajat
-

Perguruan tinggi
-

Sumber: Profil Desa Cisantana 2012
Pendidikan Formal Keagamaan di Desa Cisantana Tahun 2013
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Tenaga Pengajar
Raudhatul Athfal (RA)
6
18
Madrasah Diniyah
4
16
Madrasah Tsanawiyah
-

Sumber: Profil Desa Cisantana 2012
Pendidikan Non-Formal/kursus di Desa Cisantana tahun 2013
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Tenaga Pengajar
Kursus Komputer
-
-
Kursus Bahasa
-
-
PAUD
3
14
TPA
1
4
Sumber: Profil desa Cisantana 2012
Selanjutnya tempat ibadah di desa ini cukup banyak juga terutama untuk kaum muslimin. Masjid ada 6 dan mushola ada 12. Sedangkan kaum Katholik hanya memiliki satu gereja dan sebuah tempat sakral bernama Gua Maria yang sudah menjadi tempat rekreasi juga.
Untuk kegiatan ibu-ibu pun cukup padat, setiap harinya ada pengajian di mushola dan masjid. Sistemnya bergilir dari dusun yang satu ke dusun yang lain. Tiap tahun selalu ada kegiatan peringatan hari besar Islam bagi warga Islam. Ada peringatan seren taun untuk agama non-Islam, bahkan banyak orang Islam yang mengikuti acara tersebut. Selain mengadakan kegiatan hari besar Islam, masyarakat juga mengaktifkan kegiatan olahraga. Misalnya, walaupun belum memiliki lapangan sepak bola, masyarakat memiliki lapangan olah raga lainnya, yaitu lapangan volley.
D.    Kinerja Aparat Pemerintah Desa
Jika memperhatikan pola organisasi, desa Cisantana sudah menggunakan model baru yang sudah memiliki lembaga penyeimbang kepala desa, yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dengan adanya BPD pemerintahan desa diharapkan akan semakin demokratis karena BPD merupakan perwakilan dari masyarakat untuk mengajukan aspirasi dari masyarakat.
Tugas Kepala Desa adalah melayani masyarakat, memimpin pemerintahan dan menyelenggarakan pembangunan. Pembangunan itu mencakup perbaikan infrastruktur berupa jalan dan memperbaiki saluran air. Sedangkan berkaitan dengan masyarakat adalah membina jamiyah, kerja sama dengan MUI yang merupakan tugas dari kaur kesra.[11] Berikut data perangkat desa Cisantana periode 2014-2019.
Jabatan
Nama
Pendidikan
Kepala Desa
Murad S.Ag.
S1
Sekertaris Desa
A. Suyud S.Ag.
S1
Kaur Umum
Unah
SLTA
Kaur Ekbang
F.X. Sarman
SLTA
Kaur Kesra
Hilman Tholib M.
SLTP
Kadus Cisantana
Dede Nursamsu
SLTA
Kadus Malar Aman
Wawan Hermawan
SLTP
Kadus Palutungan
Endun Abdullah
SLTP
Kadus Dano
Heri Herdiana
SLTP
Kadus Sukamanah
Aris Munajat
SLTA
Tabel 6
Adapun anggota BPD ada 11 orang dipilih secara langsung oleh ketua BPD. Ketua BPD periode sekarang adalah Abidin (pemborong bangunan). Menurut salah seorang warga, untuk tahun sekarang belum kelihatan perannya dibandingkan dengan ketua BPD sebelumnya, yaitu Hakim. Anggota BPD kebanyakan pekerjaannya adalah PNS, padahal mayoritas warga berprofesi sebagai petani dan peternak. Oleh karena itu, bisa jadi PNS yang menjadi anggota BPD tidak benar-benar tahu apa yang menjadi masalah pokok para petani dan peternak.
“Tugas BPD adalah menyampaikan aspirasi masyarakat, membahas APBDes bersama aparatur desa, merancang UU desa (legislator), mengesahkan APBDes, pengawasan kinerja pemerintah desa, bekerja sama dengan kelompok penggerak pariwisata, dan pembangunan. Rapat yang diadakan BPD minimal 2 kali dalam satu tahun. BPD menampung aspirasi masyarakat kemudian disalurkan kepada pemerintah desa dalam rapat”.[12] Jika ada hal-hal yang harus dibicarakan, anggota BPD akan mengadakan rapat yang biasanya mengambil tempat di Madrasah dan sebagainya. Dana APBDes digunakan untuk pembangunan desa dan bantuan sosial, seperti bantuan kepada anak yatim dan tidak mampu.
Cisantana termasuk desa yang mendapat dana dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pedesaan. Dusun Sukamanah mendapat jatah 100 juta, Dano 50 juta, Santana 100 juta, Malar Aman 50 juta dan Palutungan tidak disebutkan berapa nominalnya.[13] Dana tersebut digunakan untuk perbaikan jalan gang-gang, bantuan sosial untuk anak yatim piatu dan program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). PNPM memberi pinjaman pada pedagang kecil. Anehnya, hanya pedagang saja yang diberi pinjaman, sedangkan yang lainnya tidak mendapat pinjaman. Ketua PNPM periode sekarang adalah Dede Nursamsu (rurah dusun Santana).
PKK memiliki program kerja tiap satu bulan sekali dengan mengadakan penimbangan bayi dan imunisasi yang diselenggarakan di posyandu.[14] Program posyandu yakni pemberian imunisasi yang dilakukan tiap tanggal 18. Bayi diberi imunisasi vitamin A, hepatitis, polio, dan lainnya. Selain imunisasi itu, tidak ada kegiatan lain yang dilakukan oleh kader-kader PKK.[15]

E.     Kekayaan Alam Cisantana
       1. Sumber Mata Air
Air yang digunakan masyarakat Cisantana berasal dari mata air gunung yang bermuara di beberapa mata air. Ada yang mengambil dari mata air Cibunian, yang bertempat di kawasan Bumi Perkemahan (Buper) dan ada juga mata air dari Depok, serta dari mata air Makulisi. Khusus untuk warga Ciputri sumber airnya dari mata air Ciputri. Sumber mata air tersebut dimanfaatkan oleh warga, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk pengairan ladang. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Mitra Cai merupakan pengelola air yang penggunaannya masih manual, menggunakan pipa besar dari sumber mata air yang dialirkan ke tuk (tempat penampungan air). Selanjutnya, dari tuk itu, warga menggunakan selang-selang untuk dialirkan ke rumah mereka.[16] Warga harus membayar retribusi sebesar Rp. 10.000,- perbulan, yang dialokasikan untuk pembayaran jasa yang memperbaiki selang dan mengontrol pipa utama.[17]
2.      Pesona Desa Cisantana
Desa Cisantana memiliki 2 tempat pariwisata, yaitu curug Ciputri dengan bumi perkemahannya dan Gua Maria. Keduanya merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh banyak orang, terutama di hari libur. Menurut keterangan Nana dan Wawan Hermawan (rurah dusun Malar Aman) bahwasanya untuk tempat pariwisata Curug Ciputri ini dikelola oleh CV Mustika Putri selaku mitra usaha TNGC[18] yang tentunya sebagian besar pendapatan akan masuk ke perusahaan itu.
 Memang perusahaan juga memberikan pemasukan kepada masyarakat. Awalnya hanya memberikan pemasukan terhadap masyarakat Palutungan saja, namun mulai saat ini memberikan pemasukan kepada seluruh dusun yang ada di desa ini. CV Mustika Putri memberikan uang sebesar 100 juta. Dari sejumlah uang tersebut diberikan kepada warga Palutungan sebesar 30%, sisanya untuk dusun yang lain. pembagian itu berdasarkan fakta bahwa warga Palutungan lah yang pertama kali terkena dampak dari adanya CV tersebut. Uang yang diberikan kepada warga tersebut kebanyakan dibelikan hewan ternak yang selanjutnya dikelola oleh warga. Hasil dari pengelolaan dibagi dua, sebagian untuk warga dan sebagian kembali lagi kepada desa. Selanjutnya pengelolaan bergilir kepada warga lainnya yang membutuhkan dan mampu untuk mengolahnya dan demikian seterusnya.
Selanjutnya, Gua Maria Fatima Sawer Rahmat terletak di lereng sebelah timur gunung Ciremai dengan ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Sawer berarti curahan/pemberian. Jadi, Sawer Rahmat berarti rahmat yang dicurahkan. Selanjutnya, karena gua Maria ini terletak di bukit Totombok, maka banyak pula yang menyebutnya gua Totombok. Berdasarkan wilayah gerejawi, Gua Maria ini terletak di dekat Gereja Maria Putri Murni Sejati Cisantana, yang berada di bawah paroki Kristus Raja- Cigugur Kuningan, Jawa Barat. [19]
3.      Pertanian
Cisantana memiliki sumber daya alam yang melimpah karena letak  geografisnya yang berada di lereng gunung Ciremai sehingga memungkinkan kondisi tanahnya kaya akan unsur hara. Hasil pertanian yang melimpah dari Cisantana terdiri dari (a) bawang daun, (b) padi, (c) tomat, (d) wortel, (e) kol, (f) kentang, (g) kucai dan (h) sawi.
Komoditas pertanian yang menjadi andalan masyarakat Cisantana adalah kentang dan kol. Peralihan petani menanam bawang daun sebagai tanaman favorit dimulai tahun 1988. Bertani bawang daun memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan, yaitu: masa panen yang cepat (60-70 hari) tetapi setelah panen harus cepat terjual. Hasil panen harus terjual dalam 24 jam karena ketika itu terlewati maka hasil panen bawang daun menjadi rusak. Kondisi ini memaksa para petani menjual hasil panen mereka walaupun dengan harga murah. Selain itu, operasional produksi membutuhkan biaya tinggi[20] mulai dari biaya pupuk hingga pestisida. Akumulasi biaya produksi hanya menyisakan sedikit untuk petani. Kondisi ini kerapkali menimbulkan masalah dalam komoditas bawang daun. Mulai dari anjloknya harga pasca panen, sulitnya membasmi hama dan tingginya konsumsi pupuk.[21]
4.      Peternakan
Selain potensi pertanian, Cisantana juga terkenal dengan peternakan sapi. Maka tidak mengherankan jika sebagian besar warganya berprofesi sebagai peternak sapi. Jumlah peternak sapi perah yang ada di Cisantana yang tercatat sampai tahun 2013 sebanyak 1.425 orang.
 
Penduduk dari setiap dusun mengelola sapi baik sapi perah maupun sapi potong. Namun mayoritas adalah warga yang mengelola sapi perah. Menurut pengakuan bu Icha sebenarnya mengelola sapi ini tidak begitu menguntungkan, karena hasil dari susu tidak sebanding dengan modal pakannya.[22] 
Seperti yang diungkapkan oleh pak Momon, dari tiap satu ekor sapi yang dimilikinya, ia hanya bisa menghasilan pemasukan yang pas-pasan saja bahkan seringkali tombok.[23] Pengeluaran untuk pakan perhari mencapai Rp.120.000, sedangkan rata-rata hasil susu perah sebanyak 20 liter per hari dengan harga jual ke koperasi sebesar Rp. 4.500 sehingga bisa diakumulasikan pendapatan peternak sapi perah dalam satu hari sebesar Rp. 90.000. Jumlah tersebut belum dikurangi biaya pakan yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga jual susu. Seperti yang bisa dilihat dalam tabel.
Item
Jumlah
Hasil
Hasil susu sapi perah 1 hari
Rp. 90.000,- (20 liter)
90.000,-
Pakan
Rp. 120.000,-
120.000,-
Rugi

40.000,-
Tabel 7
Salah satu alasan mereka mampu bertahan menjadi peternak sapi adalah akan mendapatkan keuntungan dari sisa pakan sekitar Rp. 200.000,- per bulan[24]. Keuntungan yang menurut mereka paling menjanjikan adalah dari anak sapi yang dihasilkan. Anak sapi berumur 1-2 tahun dijual dengan harga 2,5 juta. Sedangkan anak sapi yang berumur diatas 3 tahun dihargai 4 juta.[25] Namun untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan pendidikan anak-anaknya, tidak sedikit dari mereka sambil bekerja sebagai petani ataupun buruh bangunan. Dari hasil jerih payah mereka, anak-anak mereka mampu melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan sekarang sudah memiliki penghasilan. Sebagian besar anak-anak mereka tidak mengikuti jejak orangtua sebagai peternak, kebanyakan tertarik dan memilih jurusan keperawatan.[26]





[1] Wawancara dengan  Pardiman, 11 Mei 2014.
[2] Wawancara dengan Rohman, 11 Mei 2014.
[3]Wawancara dengan Pardiman, 11 Mei 2014
[4] Wawancara dengan  H. Kosim, Tokoh  Masyarakat  Malar  Aman, 06 September 2012, (dalam Laila, dkk, Spiritualisme Petani, Tanpa Kota: Tidak diterbitkan, 2012,  hal. 3)
[5] Ibid, Wawancara dengan Suhyadi, Tokoh  Masyarakat  Malar   Aman, 10 September 2012. 
[6]Wawancara dengan Pak Hilman, 9 Mei 2014.
[7] Laila, dkk, Deskripsi Singkat Dusun Cisantana, Tanpa kota: Tidak diterbitkan, 2012, hal. 2.
[8] Wawancara dengan Pardiman, 11 Mei 2014.
[9] Laila, dkk, op. cit., hal. 2.
[10] Laila, dkk, op.cit., hal. 3.
[11] Wawancara dengan Murod, 8 mei 2014.
[12] Wawancara dengan Abdul Hakim, 10 Mei 2014.
[13]Wawancara dengan Icha, 8 Mei 2014.
[14] Wawancara dengan Juju, 8 Mei 2014.
[15] Wawancara dengan Titi, 8 Mei 2014.
[16] Wawancara dengan Yopi Anwar, 14 Agustus 2014.
[17] Wawancara dengan Icha, 8 Mei 2014.
[19] http://www.manunggaltour.20m.com/file/paket%20wisata%20rohani.HTML, diakses pada tanggal 20 Agustus 2014 pukul 09:23.
[20] Akan dipaparkan lebih detail pada bab II.
[21] Laila, dkk, op. cit., hal. 5.
[22] Wawancara dengan Icha, 8 Mei 2014.
[23] Wawancara dengan  Momon, 10 mei 2014.
[24] Laila, dkk, op. cit., hal. 5.
[25] Wawancara dengan Yopi, 14 Agustus 2014.
[26] Laila, dkk, op. cit., hal. 5.

13 komentar:

  1. ok bagus jga.... saya orang sukamanah salam kenal....

    BalasHapus
  2. Good Good. Salam Blogger , Saya Orang Malar Aman.

    BalasHapus
  3. Salam kenal, sy Arifin, warga kota Cirebon ingin mengetahui lebih dalam tentang peternakan sapi perah dan penggemukan. Sy berencana akan memulai usaha kedai susu segar di Cirebon. Mhon bantuannya utk suplai susu sapi murni-nya. Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga Arifin. untuk informasi lebih lanjut mengenai suplai susu sapi murni bisa mendatangi koperasi yang ada di kecamatan cigugur, seperti koperasi larasati atau koperasi karya nugraha.

      Hapus
  4. mantap banget ini pengemasan informasinya super lengkap (y) salut....

    BalasHapus
  5. Salut sekali, data komplet. Mohon ijin share ya..

    BalasHapus
  6. kak saya mengangkat iklat destinasi wisata curug landung untuk promosi potensi budaya kabuparten kuningan. Kakak punya logo desa cisantana ga?

    BalasHapus
  7. How To Make Money On Sports Betting
    Online sports betting is available https://febcasino.com/review/merit-casino/ for a whole host of US septcasino and European sports https://septcasino.com/review/merit-casino/ betting markets. Some US states, หาเงินออนไลน์ like Louisiana www.jtmhub.com and New Jersey, allow

    BalasHapus