Kamis, 09 April 2015

POTENSI KOTORAN SAPI VERSUS GEOTHERMAL: STUDI POTENSI SUMBERDAYA DI DESA CISANTANA KECAMATAN CIGUGUR KUNINGAN JAWA BARAT



POTENSI KOTORAN SAPI VERSUS GEOTHERMAL: STUDI POTENSI SUMBERDAYA DI DESA CISANTANA KECAMATAN CIGUGUR KUNINGAN JAWA BARAT 

Oleh:
A. Syatori
Anis Tamamatunnisa
Abdullah
Lia Fitrianingsih
 

 SISTEM EKONOMI YANG MENINDAS

A.  Peternakan Sapi Perah yang Sering Merugi
Setelah petani kehilangan lahan garapannya, mereka alih profesi sebagai peternak. Sebenarnya peternakan sapi perah sudah ada, bahkan koperasi yang pertama kali berdiri di Cisantana, yakni koperasi Dewi Sri Bahagia sudah ada sejak tahun 1970. Koperasi ini didirikan oleh Kusmadio, Sundar dan Ardi.[4] Hanya Kusmadio yang sampai sekarang masih hidup.
Sekarang, jumlah sapi perah yang ada di Cisantana mencapai 3000 ekor.[5] Satu ekor sapi dapat menghasilkan rata-rata 10-15 liter susu. Sapi yang bisa diambil susunya adalah sapi yang telah diinseminasi buatan (IB) agar dapat hamil. Hanya sapi yang telah berumur 5 tahun yang dapat di IB. Anak sapi akan lahir setelah 9 bulan berada dalam perut induknya. Anak sapi minum susu sapi induknya, yang mana telah dibagi dua untuk anak sapi dan dijual oleh peternak. Ketika anak sapi berusia 9 bulan, induk sapi bisa di-IB kembali. Anak sapi akan dilepas (berhenti menyusu pada induk) ketika berumur 2 tahun.[6]
Sapi diberi pakan hu’ut, mineral, vitamin, jerami, dan singkong pada pagi hari sebelum diperah. Sambil diberi pakan, sapi dibersihkan dari kotoran yang menempel pada tubuh dan puting yang akan diperah mengginakan air. Setelah itu sapi diperah pada jam 08.00 pagi. Proses pemerahan susu ini memerlukan kecermatan dan kebersihan yang akan mempengaruhi kualitas susu. Diantaranya wadah penampungan susu harus benar-benar kering tanpa ada satu tetes air, tangan harus bersih serta menggunakan vaseline sebagai pelumas yang dioleskan ke puting sapi. Susu yang telah diperah harus segera dibawa ke tempat penampungan susu (TPS) karena 2-3 jam setelah proses pemerahan akan tumbuh bakteri yang membuat kualitas susu menjadi jelek dan harganya rendah. Pakan sore hari sama seperti pagi hari, waktu pemerahan sore hari pada jam 17.00.
Proses penjualan susu dimulai dari penampung di TPS tiap kelompok, diukur berat jenis dan literannya, yang selanjutnya akan dibawa oleh mobil pick up ke koperasi untuk proses pendinginan. Susu sapi yang belum didinginkan akan tahan selama 1,5 jam dan maksimal 2 jam. Langkah selanjutnya susu akan dikirim ke industri jika sudah mencukupi 1000 liter/satu tangki mobil pengangkut penuh. Hasil susu yang diperoleh pengepul pagi hari berkisar 400 liter, dan siang hari berkisar 300 liter sehingga koperasi harus menunggu susu yang akan disetor besok pada pagi hari untuk mencukupi volume tangki mobil pengangkut. Perusahaan tidak punya batas waktu penerimaan susu. Mobil yang digunakan untuk mengirim susu adalah mobil tangki yang sudah dilapisi double wall seperti termos, jadi jika dibawa ke Jakarta maka akan tetap dingin, jika cuaca panas maka kenaikan hanya sampai 2 derajat saja.[7]
Kandungan susu sapi yang diperikasa terdiri dari lebak, SNF (solinolfat), protein, TPC (total flacton). Kandungan yang harus ada pada susu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah 3,3, memiliki kandungan TPC maksimal sejuta, total solid seharusnya 11,3 sedang di koperasi Saluyu saat ini masih 11,8 ato 12. Saat ini koperasi Saluyu memiliki MMP di Cipager, yang memiliki usaha pensterilan susu (pasterilisasi). Untuk memperoleh susu sapi dengan daya tahan yang lebih lama, maka koperasi harus memasukkan ke cooling dengan suhu maksimal 4 derajat. Koperasi Saluyu mensuplai susu ke Jakarta, kadang juga ke Bandung jika ada permintaan. Namun, koperasi juga menyediakan susu untuk konsumen selain dari industri langganan.[8]
Harga satu liter susu bervariasi tergantung dari tingkat kadar air yang ada di dalamnya. Jika susu memiliki kadar air yang tinggi, maka dapat dipastikan harga susu tersebut rendah. Jika kadar airnya rendah, maka harganya akan tinggi. Koperasi membuat tiga tingkatan harga, kategori bagus Rp. 3.500,- perliter, kategori sedang Rp. 3.000,- sampai Rp. 3.200,- perliter, dan kategori rendah dengan harga Rp. 2.900,-.[9]
Harga susu dari koperasi ke industri sekitar Rp. 3.700,-, jika ada konsumen yang mau membeli susu dengan eceran, maka koperasi menawarkan harga Rp. 5.000,- perliter. Misalnya suatu industri ingin membeli susu sebanyak 1000 liter, maka koperasi bisa memberikan discount/pengurangan harga. Koperasi sampai saat ini masih menjalin kerjasama dengan industri pakan, pakan dari koperasi disuplai ke peternak yang nantinya setiap akhir bulan dipotong koperasi sesuai dengan harga susu yang telah mereka setorkan. Jadi, yang mereka peroleh adalah keuntungan bersih yang tak pelak juga terkadang mereka harus nombok untuk bayar pakan. Pakan sebenarnya bisa diproduksi sendiri khususnya oleh koperasi, namun saat ini koperasi terbentur pada modal. Oleh karena itu, yang mengurusi pakan diserahkan pada industri perorangan. Pakan memiliki kategori kualitas. Pakan memiliki 8 campuran, namun untuk kualitas yang sedang memiliki 7 campuran, diantaranya dedek, bungkil kacang, polar, sisa kue yang sudah rusak, dan lainnya.[10] Harga pakan sapi yang jelek Rp. 2.100,- per kg, sedang pakan yang bagus Rp. 2.300,- per kg yang sudah dioplos/dicampur dengan bungkil kelapa.
Jika kualitas pakan bagus, maka kualitas susu yang dihasilkan juga bagus. Namun, kadang-kadang ada yang tidak bagus terutama ketika sapi terserang penyakit, misalnya penyakit kembung yang biasa diderita sapi pada umumnya. Selanjutnya, masalah faktor yang menyebabkan susu kena bakteri sehingga harga menurun adalah karena kebersihan kandang yang tidak terkontrol, keadaan sapi, kebersihan orang yang memeras dan kebersihan alat yang digunakan dalam memeras.
Alat ukur yang ada di TPS dan koperasi tidak dapat mengecek kandungan bakteri, hanya mampu melihat kandungan yang ada didalamnya, misalnya lemak, protein, SNF dan yang lainnya. Sedangkan pihak yang bisa memeriksa ada atau tidaknya kandungan bakteri di dalam susu adalah industri, dengan sistem kategorisasi harga jika bakterinya banyak maka harganya rendah.
Modal usaha koperasi diawali dari iuran beberapa orang yang memiliki modal dan selanjutnya digulirkan pada usaha susu. Dan, semakin lama jumlah anggota semakin bertambah, serta produksi semakin besar. Koperasi Saluyu juga mengadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang agendanya jatuh setiap akhir Maret. Rapat juga sering dilakukan pengurus dengan anggota setiap sekali 3 bulan, namun kegiatan ini belum bisa terjangkau untuk setiap anggota, koperasi hanya mengundang pengurus tiap kelompok.
Setelah adanya koperasi respon masyarakat sangat bagus, karena koperasi sangat membantu kesejahteraan peternak pada umumnya. Namun, harga pakan yang mahal selalu menjadi kendala utama koperasi dan anggota, sedangkan harga susu tidak pernah naik. Pihak koperasi juga tidak bisa memberikan solusi untuk menurunkan harga pakan atau menaikkan harga susu, karena yang mematok harga susu adalah industri, koperasi tidak bisa berbuat apa-apa.
Namun ternyata fakta di lapangan tidak berjalan seperti yang diharapkan. Pasar dimanipulasi oleh masyarakat yang berkepentingan mengaturnya dengan institusi yang ada. Koperasi disetir oleh kelompok bisnis yang kuat dan merugikan yang lemah. Bahkan, koperasi yang ada di Cisantana hanya dimiliki oleh beberapa orang saja, bukan miliki oleh anggota/peternak itu sendiri
Oleh karena itu, rasa kepemilikan peternak terhadap koperasi rendah. Banyak anggota koperasi yang memilih untuk menjual susu ke koperasi lain. Koperasi tersebut memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan koperasi yang menjual dengan harga lebih rendah. Meskipun peternak tersebut sering diklaim sebagai anggota koperasi yang tidak konsisten.
Pada awalnya, koperasi yang menjadi tumpuan harapan peternak untuk menjual hasil susu perah hanya koperasi Dewi Sri, namun sekarang sudah pailit. Hingga saat ini koperasi di desa Cisantana ada 4 yaitu, (1) koperasi Karya Nugraha, (2) koperasi Larasati (berada di wilayah Cipari), (3) koperasi Saluyu (berada di daerah Pasir) dan (4) koperasi Pamoko. Selanjutnya koperasi-koperasi tersebut akan menjual susu sapi ke perusahaan-perusahan seperti Indomilk, Putra Jaya di Bandung, Susu Bendera di Pasar Rebo, dan yang lainnya.[11]
Koperasi-koperasi yang ada sepertinya merupakan kumpulan modal (investasi pemilik modal untuk mendapatkan hasil lebih banyak dibandingkan anggota lain yang modalnya sedikit), bukan kumpulan orang dalam tujuan yang sama (mensejahterakan anggotanya secara merata). Peternak terikat kontrak menjadi anggota koperasi karena peternak meminjam sejumlah uang kepada bank. Pembayaran hutang melalui koperasi yang bermitra dengan bank dengan cara menyetorkan susu sapi yang dihasilkan ke koperasi. Peternak membeli pakan yang harganya relatif mahal ke koperasi, karena dengan begitu peternak bisa mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang besar. Hal ini menyebabkan peternak “terpaksa” harus membeli pakan dari koperasi.
Harga jual susu sapi tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang harganya relatif mahal. Oleh karena itu, peternak sering rugi. Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh pak Momon, bahwa dari tiap satu ekor sapi yang diurusnya, ia hanya bisa menghasilan pemasukan yang pas-pasan saja bahkan seringkali tombok.  Hal ini seperti yang bisa dilihat dari analisis biaya produksi dan keuntungan yang didapat dari satu ekor sapi dalam satu hari sebagai berikut:


No.
Pembiayaan
Ukuran
Harga
Jumlah
1.
Pakan 1 hari
2 kali sehari
Rp. 60.00,-/makan
Rp. 120.000,-

Total
Rp. 120.000,-
Tabel 12
Sumber: Pak Momon
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui pengeluaran untuk pakan perhari mencapai Rp. 120.000. Sedangkan rata-rata hasil susu perah sebanyak 20 liter per hari dengan harga jual ke koperasi sebesar Rp. 4.500. Jadi, bisa diakumulasikan pendapatan peternak sapi perah dalam satu hari sebesar Rp. 90.000. Tetapi jumlah tersebut belum dikurangi biaya pakan yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga jual susu. hal ini seperti yang bisa dilihat dalam tabel.
Item
Jumlah
Hasil
Hasil susu sapi perah 1 hari
Rp. 90.000,- (20 liter)
90.000,-
Pakan
Rp. 120.000,-
120.000,-
Rugi

40.000,-
Tabel 13
Tabel di atas adalah jumlah hasil penjualan susu sapi dikurangi modal pembelian pakan, namun hasilnya merugi. Berikut adalah akumulasi hasil susu dari seluruh sapi yang ada di Cisantana berdasarkan periodenya.
Item
Ukuran
Jumlah
Total
Total hasil susu dalam 1 hari
3000 ekor
Rp. 90.000,-/ekor
270.000.000,-
Total hasil susu dalam 1 bulan
30 hari
Rp. 270.000.000,-/hari
8.100.000.000,-
Total hasil susu dalam 1 tahun
12 bulan
Rp. 8.100.000.000,-/bulan
97.200.000.000,-
Tabel 14
Jumlah penghasilan kotor dalam jangka waktu satu bulan dari seluruh total sapi yang ada Rp. 8.100.000.000. Jumlah tersebut belum diakumulasikan dengan potensi-potensi lainnya, seperti kotoran sapi. 
Hasil pengamatan dari penelusuran mata air, masyarakat membuang kotoran sapi melalui aliran-aliran sungai kecil yang alirannya mengalir
beriringan dengan sumber mata air. Jika musim hujan tiba, aliran kotoran sapi  meluap dan menggenangi mata air sehingga kotor dan bau. Padahal mata air digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Berikut tabel akumulasi kotoran seluruh sapi yang ada di Cisantana.
Item
Ukuran
Jumlah
Total (kg)
Total (ton)
Jumlah kotoran sapi dalam 1 hari
3000 ekor
25 kg/ekor
75.000
75 ton
Jumlah kotoran sapi dalam 1 bulan
30 hari
75.000 kg/hari
2.250.000
2.250 ton
Jumlah kotoran sapi dalam 1 tahun
12 bulan
2.250.000 kg/bulan
27.000.000
27.000 ton
Tabel 15
Jumlah keseluruhan kotoran sapi sangat fantastis jika masyarakat dapat mengelolanya. Kotoran sapi bisa ditransformasikan menjadi biogas, pupuk kandang, serta urine sapi dapat dijadikan sebagai obat anti hama yang alami. Hal ini dapat terwujud jika ada perhatian dan aksi langsung dari pemerintah desa.


C.  Potensi Geothermal Vs Potensi Kotoran Sapi
Energi geothermal merupakan sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Istilah geothermal berakar dari bahasa Yunani dimana kata, "geo", berarti bumi dan, "thermos", berarti panas, menjadi geothermal yang juga sering disebut panas bumi. Energi panas di inti bumi sebagian besar berasal dari peluruhan radioaktif dari berbagai mineral di dalam inti bumi.[1]

Kuningan memiliki potensi panas bumi sebesar 235 Megawatt. Potensi tersebut, berada di tiga titik kawasan kaki Gunung Ciremai yaitu, Desa Sangkanhurip Kecamatan Cigandamekar, Desa Ciniru dan Desa Penjambon Kecamatan Jalaksana.[2]
Manfaat yang diperoleh dari pembangkit listrik yang menggunakan energi panas bumi memberikan beberapa keuntungan diantaranya menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit lain seperti batubara, minyak atau yang menggunakan gas alam, tidak terjadinya pembuangan limbah secara terbuka karena air kondensat dan air produksi diinjeksikan kembali ke dalam sumur untuk menjaga kestabilan tekanan reservoir. Hal ini menjadikan panas bumi sebagai energi alternatif yang renewable (terbarukan). Luas lahan yang digunakan relatif lebih kecil dibandingkan dengan proyek pembangkitan/penambangan lain.[3] Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi.[4] Selain itu dapat meningkatkan pendapatan pemerintah, timbulnya peluang kerja, dan berkembangnya ekonomi baru.[5] Tenaga ini juga tidak berisik dan dapat diandalkan. Pembangkit listik tenaga geothermal menghasilkan listrik sekitar 90%, dibandingkan 65-75 persen pembangkit listrik berbahan bakar fosil.[6]
 Jika dirinci, dampak negatif[7] penting yang timbul akibat kegiatan pembangunan PLTP Bedugul antara lain menurunnya kualitas udara, meningkatnya bising dan getaran, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah, menurunnya stabilitas tanah, meningkatnya erosi dan sedimentasi, dan terjadinya bahaya longsoran. Di samping itu, terjadinya bahaya amblesan, menurunnya potensi dan kualitas air danau, air tanah, dan mata air, terjadinya perubahan tata guna lahan dan hutan, menurunnya kelimpahan dan keanekaragaman flora dan fauna, dan menurunnya nilai kesakralan kawasan hulu juga dianggap merupakan dampak negatif penting yang mesti ditanggulangi. Dampak negatif lainnya adalah timbulnya keresahan masyarakat, gangguan kamtibmas, menurunnya kesehatan masyarakat, kecelakaan kerja, dan gangguan transportasi.
Selain itu keluarnya campuran beberapa gas, diantaranya karbondioksida (Co2), hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4) dan amonia (NH3) ikut andil pada pemanasan global, hujan asam, bau yang tidak sedap serta beracun., pembangunan pembangkit juga merusak stabilitas tanah, pasokan air bersih berkurang, adanya gempa minor yang mengakibatkan gunung meletus.[8]
Dari segi pemanfaatannya, kotoran sapi memiliki banyak potensi. Kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai bahan biogas, bahan pembuatan kerajinan keramik dan pakan ikan lele. Selain harganya yang relatif lebih murah, kotoran sapi akan menjadikan ikan lele lebih memiliki kandungan gizi dan nutrisi yang tinggi serta rendah kolestrol. Selain itu, kotoran sapi juga bisa dimanfaatkan sebagai aneka kerajinan dan bahan bangunan. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai bahan bangunan jauh lebih hemat, harga batu bata hanya 280 rupiah per buah, lebih murah karena bahannya berasal dari limbah, sedangkan harga batu bata dari tanah liat paling murah 500 rupiah per buah. Di samping itu, kotran sapi juga bisa dibuat untuk  bahan bakar berupa arang sebagai pengganti kayu bakar dan batubara.
Sebuah cerita yang datang dari desa Raghurajpur di India, penduduk di desa ini memanfaatkan kotoran sapi sebagai bahan pembuatan aneka kreasi kerajinan tangan, mulai dari kertas hias, lukisan, karya patung dan lain sebagainya.[9]
Energi yang dihasilkan lebih tinggi dari gas alam, emisinya lebih rendah karena tidak mengandung S dan CO2 yang dihasilkan lebih rendah, mengatasi kualitas udara yang buruk akibat pencemaran oleh bahan bakar fosil, menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi.[10]
Kelebihan pupuk organik sebagai berikut.[11]
1.    Pupuk organik harganya murah dan mudah dibuat sendiri.
2.    Pupuk organik mengandung unsur mikro yang lebih lengkap dibanding pupuk anorganik.
3.    Pupuk organik akan memberikan kehidupan mikroorganisme tanah yang selama ini menjadi sahabat petani dengan lebih baik.
4.    Pupuk organik mampu berperan memobilisasi atau menjembatani hara yang sudah ada ditanah sehingga mampu membentuk partikel ion yang mudah diserap oleh akar tanaman.
5.    Pupuk organik berperan dalam pelepasan hara tanah secara perlahan dan kontinyu sehingga dapat membantu dan mencegah terjadinya ledakan suplai hara yang dapat membuat tanaman menjadi keracunan.
6.    Pupuk organik membantu menjaga kelembaban tanah dan mengurangi tekanan atau tegangan struktur tanah pada akar-akar tanaman
7.    Pupuk organik dapat meningkatkan struktur tanah dalam arti komposisi partikel yang berada dalam tanah lebih stabil dan cenderung meningkat karena struktur tanah sangat berperan dalam pergerakan air dan partikel udara dalam tanah, aktifitas mikroorganisme menguntungkan, pertumbuhan akar, dan kecambah biji.
8.    Pupuk organik sangat membantu mencegah terjadinya erosi lapisan atas tanah yang merupakan lapisan mengandung banyak hara.
9.    Pemakaian pupuk organik juga berperan penting dalam merawat/menjaga tingkat kesuburan tanah yang sudah dalam keadaaan berlebihan pemupukan dengan pupuk anorganik/kimia dalam tanah.
10.     Pupuk organik berperan positif dalam menjaga kehilangan secara luas hara nitrogen dan fosfor terlarut dalam tanah.
11.     keberadaan pupuk organik yang tersedia secara melimpah dan mudah didapatkan.
12.     Kualitas tanaman yang menggunakan pupuk organik akan lebih bagus jika dibanding dengan pupuk kimia sehingga tanaman tidak mudah terserang penyakit dan tanaman lebih sehat.
13.     Untuk kesehatan manusia tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih menyehatkan karena kandungan nutrisinya lebih lengkap dan lebih banyak.
Cisantana pada tahun 2014 memiliki tidak kurang dari 3000 ekor sapi. Oleh karena itu, penanganan limbahnya baik itu limbah padat maupun cair dalam bentuk feses maupun urine yang dibuang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal, seekor sapi dapat menghasilkan limbah berupa feses dan urine lebih kurang 25 kg per hari.

Tabel 1
Kandungan Bahan Kering dan Volume Gas yang Dihasilkan Tiap Jenis Kotoran[12]
Jenis
Banyak Tinja(Kg/hari)
Kandungan Bahan Kering -BK (%)
Biogas yang Dihasilkan (m3/kg.BK)
Gajah
30
18
0,018-0,025
Sapi/Kerbau
25-30
20
0,023-0,040
Kambing/Domba
1,13
26
0,040-0,059
Ayam
0,18
28
0,065-0,116
Itik
0,34
38
0,065-0,117
Babi
7
9
0,040-0,059
Manusia
0,25-0,4
23
0,020-0,028
Sedangkan untuk mengetahui konversi biogas menjadi energi lain,[13] dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2
Konversi Biogas dan Penggunaannya
Penggunaan
Energi 1m3 biogas
Penerangan
Lampu 60-100 selama 6 jam
Memasak
Memasak 3 jenis makanan untuk 5-6 orang
Tenaga
Menjalankan motor hp selama 2 jam
Listrik
4,7 kWh listrik
Dari tabel di atas dapat diketahui jumlah potensi biogas yang dapat dihasilkan oleh limbah kotoran sapi yang berada di Cisantana melalui perhitungan sebagai berikut:
Item
Ukuran
Jumlah
Hasil
Jumlah kotoran sapi
25 kg/ekor
3000 ekor
75.000 kg        ×
0,20                  
15.000 kg.BK  ×
0,04                  
600 /hari     ×
4,7 kWh           
2.820 kWh/ hari
Kandungan bahan kering kotoran Sapi
25 kg/ekor
20% (0,20)
Biogas yang dihasilkan
25 kg/ekor
0,04 m3/kg. BK
Konversi biogas menjadi listrik
energi 1 m3 biogas
4,7 kWh energi listrik
Total energi listrik
2.820 kWh/hari
Di atas adalah perhitungan kotoran sapi menjadi biogas dengan cara mengalikan kandungan bahan kering kotoran sapi (0,20) dengan biogas yang dihasilkan (0,04 m3/kg.BK) serta konversi biogas menjadi listrik (4,7 kWh energi listrik). Sehingga didapatkan hasil 2.820 kWh/hari. Berikut adalah akumulasi energi listrik berdasarkan periodenya.
Item
Ukuran
Jumlah
Total (kWh)
Total (MWh)
Total energi listrik dalam 1 bulan
30 hari
2.820 kWh/hari
84.600 kWh/bulan
84,6 MWh/bulan
Total energi listrik dalam 1 tahun
12 bulan
84.600 kWh/bulan
1.015.200 kWh/tahun
1,015,2 MWh/ tahun
Rata-rata pemakaian listrik di desa mencapai 1 kWh/hari, sedangkan di kota bisa sampai 2 kWh/hari.[14] Berdasarkan  total energi listrik dari kotoran sapi di atas, dengan jumlah kepala keluarga yakni 1950 KK, dapat memenuhi kebutuhan listrik di Cisantana. Jadi, total energi yang digunakan penduduk Cisantana hanya sebesar 1950 kWh sehingga terdapat lebihan daya sebesar 870 kWh/hari. Sisa daya tersebut dapat digunakan penduduk desa Babakan Mulya maupun kelurahan Cigugur sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran listrik ke PLN.
Berikut konversi energi listrik menjadi rupiah dengan kisaran harga Rp.979/kWh.

Ukuran
Jumlah
Total (Rupiah)
Rp. 979/kWh
2.820 kWh/hari
Rp. 2.760.780,-/hari
Rp. 979/kWh
84.600 kWh/bulan
Rp.82.823.400,-/bulan
Rp. 979/kWh
1.015.200 kWh/tahun
Rp. 993.880.800,-/tahun
Perbandingan energi dari geothermal dengan pemanfaatkan kotoran sapi menjadi barang ekonomis ternyata jauh lebih menguntungkan kotoran sapi. Manfaat kotoran sapi lebih banyak dibandingkan kerugiannya, sedangkan geothermal (meski energi yang dihasilkan tinggi dan dapat diperbarui) memiliki kerugian yang lebih banyak dibandingkan manfaat yang dihasilkan. Untuk apa menyetujui dan melaksanakan proyek geothermal yang diusung oleh Chevron yang jelas-jelas dampaknya akan merugikan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Ciremai. Bahkan ulah Chevron di negara Ekuador dalam pengeboran minyak justru merusak lingkungan dan membuat masyarakat sengsara.[15] Lebih baik memanfaatkan limbah kotoran sapi yang memiliki banyak manfaat.

KESIMPULAN

Cisantana merupakan desa yang memiliki hasil pertanian dan peternakan yang melimpah. Hal ini seharusnya dapat mensejahterakan masyarakat yang ada di sekitarnya apabila dikelola dengan maksimal. Namun, banyak faktor yang menyebabkan hal itu belum terlaksana. Misalnya, petani yang dulu menggarap lahan di kawasan lereng gunung milik perhutani tidak dapat menggarap lahan itu karena kepemilikan lahan perhutani beralih menjadi milik TNGC. Regulasi yang mengiringi peralihan kepemilikan lahan juga berisi larangan masyarakat sekitar yang memanfaatkan lahan tersebut. Namun, pemerintah justru mempersilahkan Chevron untuk mengeksplorasi  sumber daya yang ada di lahan milik TNGC, bahkan diberikan secara cuma-cuma.
Awalnya, masyarakat tidak sadar bahaya yang akan terjadi ketika proyek geothermal itu terwujud. Hal ini karena informasi yang diberikan kepada masyarakat Cisantana tidak transparan. Namun, seiring berjalannya waktu mereka memahami bahaya proyek geothermal setelah melakukan studi banding ke daerah yang telah menerapkan program geothermal.
Petani yang beralih profesi menjadi peternak ternyata tidak bisa sejahtera karena kungkungan tengkulak berwajah koperasi. Hasil penjualan susu sapi tidak dapat menutupi biaya pengeluaran pemeliharaan sapi, sehingga peternak sering merugi. Padahal, jumlah sapi yang ada di Cisantana sebanyak 3000 ekor. kotoran sapi yang melimpah itu belum dimanfaatkan dengan maksimal. Bahkan, kotoran sapi dibuang ke aliran sungai yang beriringan dengan mata air. Hal ini dapat mencemari lingkungan.
Kotoran sapi yang melimpah bisa digunakan sebagai biogas bisa menjadi energi alternatif yang benar-benar ramah lingkungan dibandingkan geothermal. Selain itu, pemanfaatan kotoran sapi bisa dirubah menjadi barang yang bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan pemasukan bagi masyarakat Cisantana. Jadi, lebih baik memanfaatkan kotoran sapi daripada mewujudkan proyek geothermal.









[1]Wawancara dengan Opang, 10 Mei 2014.
[2] Ibid.
[3]Presentasi Zakiyatul Fuad di Seminar Nasional jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dengan tema “Kedaulatan Sumber Daya Alam Diantara Kepentingan Investor dan Masyarakat Lokal”, Rabu, 26 Maret 2014
[4] Wawancara dengan Nana, 10 Mei 2014.
[6] http://787bg.blogspot.com/2012/06/keunggulan-dan-kelemahan-biogas-dan.html, diakses pada tanggal 17 Agustus 2014 pukul 00.36.
[7] http://www.gerbangpertanian.com/2012/03/kelebihan-pupuk-organik-dibanding-kimia.html , diakses pada tanggal 17 Agustus 2014 pukul 00.53.
[9] Ibid.
[10] Wawancara dengan Yus, 14 Agustus 2014.