DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... i
BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B.
Deskripsi Masalah........................................................................................ 2
C.
Profil Organisasi.......................................................................................... 2
BAB II: PEMBAHASAN..................................................................................... 4
A.
Studi Kasus.................................................................................................. 4
BAB III: PENUTUP............................................................................................. 9
A.
Simpulan...................................................................................................... 9
B.
Rekomendasi............................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin
mengatur berbagai aspek kehidupan. Aturan tersebut tercantum al Quran,
hadits, ijma’ dan qiyas yang mengatur hubungan bermasyarakat, hukum, sistem
perekonomian dan bahkan sampai mengatur pada hal-hal yang sepele. Seiring
perkembangan zaman, perkembangan ekonomi tak bisa terelakkan dengan adanya
teknologi informasi dan arus globalisasi pada dasawarsa terakhir begitu luwes
masuk tanpa bisa dicegah. Bahkan teknologi informasi secara langsung maupun
tidak langsung kemudian mempercepat arus globalisasi. Perkembangan ekonomi ini
biasa disebut dengan neoliberalism yang merupakan puncak pelaksanaan 10
kebijakan Washington Consensus. Neoliberalisme di Indonesia bahkan telah
merasuki hampir seluruh sistem perekonomian. Di sisi lain, Indonesia setelah
memasuki era reformasi melalui amandemen UUD 1945 yang tetap mengusung asas
demokrasi ekonomi, dimana badan usaha yang berdasarkan prinsip demokrasi
ekonomi adalah koperasi.
Koperasi sebagai
soko guru perekonomian rakyat. Hal ini dikarenakan melalui koperasi masyarakat
dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, seperti yang disebutkan dalam
Undang-Undang no 17 tahun 2012 Bab II Pasal 4 bahwa: “Koperasi bertujuan
meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian
nasional yang demokratis dan berkeadilan”.
Berdasarkan
observasi di desa Cisantana, kecamatan Cigugur, Kuningan, diperoleh gambaran
mengenai salah satu koperasi yang bergerak di bidang peternakan sapi perah
yakni Koperasi Saluyu. Setelah melakukan observasi, ditemukan bahwa dalam
koperasi secara konseptual sudah berjalan. Akan tetapi dalam proses
pendistribusian, terjadi penindasan secara struktural, dimana peternak tidak
dapat menentukan dan tidak memiliki daya tawar terhadap koperasi atas penjualan
susu sapi perahnya. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan faktor yang
mengakibatkan koperasi berjalan secara konseptual adalah dominasi investor luar
terhadap pengelolaan koperasi sehingga terjadi permainan harga yang menindas
peternak.
B. Deskripsi
Masalah
Berdasarkan observasi di desa
Cisantana, permasalahan yang timbul di koperasi adalah koperasi belum bisa
mewujudkan cita-cita idealnya untuk mensejahterakan anggotanya, karena terdapat
koperasi yang merupakan perkumpulan modal, bukan perkumpulan orang. Koperasi
belum bisa menjalankan tiga rantai ekonomi, yaitu perniagaan mengumpulkan,
perantaraan dan membagikan. Ketika sistem ekonomi hanya berputar pada
kepentingan perdagangan dan menegasikan kepentingan perniagaan dan pengumpulan
maupun membagikan, maka yang terjadi adalah penumpukan kekayaan pada titik
perniagaan perantaraan dan permainan harga yang terjadi di koperasi. Sehingga
koperasi hanyalah kedok dari tengkulak yang bermain didalamnya yang justru
menindas anggotanya meskipun tidak disadari oleh mereka. Selain itu dominasi
dari investor luar menjadi pemicu semakin tidak berdayanya peternak dihadapan
koperasi karena koperasi memberikan pinjaman untuk memulai peternakan sapi
perah serta pembelian pakan ternak yang harganya relatif mahal dan hanya bisa
didapatkan melalui koperasi, sehingga ketergantungan peternak terhadap koperasi
tak ubahnya ketergantungan petani kepada tengkulak atau bakul.
C.
Profil Organisasi
Koperasi saluyu
berdiri tahun 2006, ketika koperasi Dewi Sri pailit dan bubar. Koperasi Saluyu
pada awalnya merupakan sebuah kelompok peternak yang bernama “Kelompok Peternak
Sapi Perah Saluyu”. Anggota Kelompok Peternak Sapi Perah Saluyu awalnya adalah
anggota KUD Dewi Sri Bahagia Kuningan yang mencari pakan ternak sapi
dikarenakan pada waktu itu KUD tidak mampu memberikan pelayanan kepada
anggotanya terutama pakan ternak sapi yang merupakan kebutuhan pokok sapi untuk
bisa manghasilakan susu.
Beberapa
peternak berinisiatif mencari pakan jadi sapi ke Cirebon dan bertemu dengan
Pabrik Makanan Ternak KPBS Pangalengan Bandung yang berkedudukan di Cirebon.
Awalnya hanya hubungan dagang antara penjual dan pembeli pakan ternak, tetapi kemudian berkembang menjadi hubungan kemitraan dalam penjualan susu hasil produksi anggota kelompok.
Awalnya hanya hubungan dagang antara penjual dan pembeli pakan ternak, tetapi kemudian berkembang menjadi hubungan kemitraan dalam penjualan susu hasil produksi anggota kelompok.
Sejak saat itu Koperasi Saluyu menjadi salah satu tumpuan
para peternak sapi perah dalam memasarkan susu murni hasil produksinya dan
sangat dirasakan manfaatnya dikarenakan sebelum ada Koperasi Saluyu anggota
tidak bisa berbuat banyak untuk mendapatkan kenaikan harga susu dari KUD Dewi
Sri tetapi dengan adanya Koperasi Saluyu harga susu beberapa kali mengalami
kenaikan.
Kelompok
Peternak Sapi Perah Saluyu
berubah menjadi Koperasi Saluyu
pada tahun 2008 dengan
Nomor Badan Hukum 01/BH/KDK/10-18/IX/2008.
Dalam
melayani anggotanya, Koperasi Saluyu memiliki 3 unit usaha yaitu :
1. Penjualan susu murni sapi perah
2. Pabrik Pakan ternak
3. Simpan pinjam
1. Penjualan susu murni sapi perah
2. Pabrik Pakan ternak
3. Simpan pinjam
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Study Kasus
Desa Cisantana terletak di lereng
gunung Ciremai, tepatnya di kecamatan Cigugur, Kuningan. Mayoritas mata
pencaharian masyarakat Cisantana adalah peternak. Berbagai macam jenis hewan
yang diternakkan oleh peternak diantaranya ayam, babi, sapi daging dan sapi
perah. jumlah sapi perah yang ada di Cisantana mencapai 3000 ekor. Sementara dari satu ekor sapi, peternak bisa dapatkan
10-15 liter susu sapi perah, susu-susu tersebut
dikumpulkan di tempat penampungan susu
(TPS) yang ada di tiap-tiap dusun. pengumpulan susu-susu di tiap TPS
akan peternak jual ke
koperasi (dalam perspektif psikologi sosial,
koperasi adalah bentuk perilaku sosial kelompok yang kepemilikan batas profesi
sebagai peternak) yang dekat
dengan wilayah tempat tinggal mereka dengan harga yang sangat bergantung dari
kualitas susu yang didapatkan.
Harga satu liter susu bervariasi
tergantung dari tingkat kadar air yang ada didalamnya. Jika susu memiliki kadar
air yang tinggi, maka dapat dipastikan harga susu tersebut rendah, begitupun
jika kadar airnya rendah, maka harganya akan tinggi. Koperasi membuat tiga tingkatan harga, kategori bagus Rp. 3.500,- perliter, kategori sedang Rp. 3.000,- Rp. 3.200,- perliter, dan kategori rendah dengan harga Rp. 2.900,-. Tidak jarang peternak harus membuang susu
sapi, dikarenakan koperasi tidak menerima dengan alasan kualitas susu jelek.
Pemeliharaan sapi perah dapat
dikatakan harus telaten, karena kebersihan kandang harus terjaga, pemberian
pakannya pun harus memiliki kualitas dan kuantitas yang bagus agar menghasilkan
susu yang berkualitas. Sehingga persepsi yang muncul adalah hasil yang baik
dari penjualan susu ke koperasi karena pola pemeliharaan sapi yang baik pula.
Atau ringkasnya apa yang kita panen adalah apa yang kita tanam.
Pakan yang diberikan pada sapi-sapi tersebut berupa
dedek, ampas tahu, singkong, bungkil kelapa, dan jerami tiap dua kali sehari. Harga jerami seikat senilai Rp 10.000, satu
karung ampas tahu senilai Rp 35.000 sehingga tiap bukan mereka harus
mengeluarkan modal untuk pembelian pakan sebesar Rp 2.000.000 tiap bulan untuk
empat ekor sapi. Pakan yang tidak
bagus dapat diperoleh dengan harga Rp. 2.100,- perkg, sedang yang bagus sekitar Rp. 2.300,- per kilogram, yaitu pakan dengan oplosan/campuran bungkil kelapa.
Satu kilogram pakan yang dimakan oleh sapi, akan menghasilkan satu liter susu,
namun ini kembali ke kwalitas pakan, kadang susu yang dihasilkan kurang dari
satu liter karena pakan yang dikonsumsi sapi adalah pakan oplosan yang jelek. Biaya
tersebut belum termasuk pakan lainnya berupa singkong dan vitamin serta
suntikan yang rutin diberikan agar sapi tetap sehat.
Sesuai
dengan pepatah, “apa yang ditanam itulah yang dituai”. Kwalitas hasil
susu tergantung dari kwalitas pakan yang dipergunakan. Teori behavioristik berperan disini, dimana peternak mendapatkan hasil dari apa
yang mereka lakukan sebelumnya.pada awalnya koperasi yang menjadi tumpuan
harapan mereka untuk menjual hasil susu perah mereka hanya koperasi dewi sri.
Hingga saat ini koperasi yang sudah ada di desa cisantana ada 3 yaitu, koperasi
karya nugraha, koperasi larasati (berada di wilayah cipari) dan koperasi saluyu
(berada di daerah pasir). Selanjutnya koperasi-koperasi tersebut akan menjual
susu sapi ke perusahaan-perusahan seperti indomilk, susu ultra, dan yang
lainnya dengan harga Rp. 4.600,- perliter.
Proses
penjualan susu oleh peternak kadang tidak konsisten, artinya terkadang masih
ada peternak yang menjual susu diluar keanggotannya (misalnya dia sebagai
anggota koperasi di saluyu, namun menjual hasil susu ke koperasi larasati atau
karya nugraha), padahal koperasi sangat menginginkan anggota yang selalu
konsisten –jika sudah menjadi anggota koperasi saluyu, maka ia seharusnya
menjual hasil susu ke koperasi saluyu-, tapi peternak kadang mencermati
perbandingan, jika harga yang ditawarkan koperasi lain lebih tinggi, maka dia
akan memilih penawaran yang lebih tinggi tersebut, padahal seharusnya mereka
konsekuen untuk memajukan koperasi, karena koperasi tidak memiliki wewenang
untuk melarang peternak mau menjual hasil susu ke koperasi manapun, bahkan
mereka bisa ikut serta di ketiga koperasi yang ada di kabupaten kuningan.
Berbicara
masalah harga, pak kardi mengatakan bahwa yang mematok harga itu adalah
industri, namun terkadang juga masalah tersebut disebabkan karena adanya
persaingan bisnis, bahkan terkadang masalah itu timbul karena masing-masing
koperasi saling menjatuhkan -persaingan usaha-.
Koperasi
saluyu saat ini memiliki 16 kelompok, salah satunya berada di daerah
majalengka. Proses penjualan susu dimulai dari penampung di posko tiap
kelompok, diukur berat jenis dan literannya, yang selanjutnya akan dibawa oleh
mobil pick up ke koperasi untuk proses pendinginan. Susu sapi yang belum
didinginkan akan tahan selama 1,5 jam, maksimal 2 jam. Langkah selanjutnya susu
akan dikirim ke industry jika sudah mencukupi 1000 liter –maka susu akan
dikumpulkan agar tangki berisi penuh-, hasil susu yang diperoleh pengepul pagi
hari berkisar 400 liter, siang 300 liter, sehingga koperasi harus menunggu susu
yang akan disetor besok pada pagi hari –untuk mencukupi volume tangki-.
Perusahaan tidak punya batas waktu penerimaan susu. Mobil yang digunakan untuk
mengirim susu adalah mobil tangki yang sudah dilapisi double wall seperti
termos, jadi jika dibawa ke jakarta maka akan tetap dingin, jika cuaca panas
maka kenaikan hanya sampai 2 derajat.
Kandungan
susu sapi yang diperikasa terdiri dari lemak, SNF (solinolfat), protein, TPC
(total flacton). Kandungan yang harus ada pada susu
berdasarkan standar nasional indonesia (sni) adalah 3,3, memiliki kandungan TPC maksimal sejuta, total solid seharusnya 11,3 sedang
di koperasi saluyu saat ini masih 11,8 atau 12. Saat ini koperasi memiliki mmp di cipager, yang
memiliki usaha pensterilan susu (pasterilisasi). Untuk memperoleh susu sapi
dengan daya tahan yang agak lama, maka koperasi harus memasukkan ke cooling
dengan suhu maksimal 4 derajat. Disini terjadi perubahan sosial karena adanya
pengetahuan mengenai proses pengolahan susu. Koperasi saluyu mensupply susu ke
jakarta, kadang juga ke bandung –jika ada permintaan-, susu yang disimpan,
disteril lalu dijual. Namun koperasi juga menyediakan susu untuk konsumen
selain dari industri langganan.
Harga susu
dari koperasi ke industri sekitar Rp. 3.700,-, jika ada konsumen yang mau membeli susu
dengan eceran, maka koperasi menawarkan harga Rp. 5.000,- perliter. Misalnya suatu industry ingin
membeli susu sebanyak 1000 liter, maka koperasi bisa memberikan discount
–pengurangan harga-. Koperasi sampai saat ini masih menjalin kerjasama dengan
industri pakan, pakan dari koperasi di supply ke peternak, yang nantinya setiap
akhir bulan dipotong koperasi sesuai dengan harga susu yang telah mereka
setorkan, sehingga yang mereka peroleh adalah keuntungan bersih yang tak pelak
juga terkadang mereka harus nombok untuk bayar pakan. Terjalinnya kerjasama
antara industri pakan, koperasi dan peternak merupakan kontrak sosial. Pakan
sebenarnya bisa di produksi sendiri khususnya oleh koperasi, namun saat ini
koperasi terbentur pada modal. Sehingga yang mengurusi pakan diserahkan pada
industri perorangan, dimana pakan juga memiliki kategori kwalitas, pakan
memiliki 8 campuran, namun untuk kwalitas yang sedang memiliki 7 campuran,
diantaranya dedek, bungkil kacang, polar, sisa kue yang sudah rusak, dan
lainnya.
Jika kualitas pakan bagus, maka kualitas susu yang dihasilkan juga bagus, tapi terkadang
ada yang tidak bagus, umpamanya sapi terserang penyakit, penyakit yang biasa
diderita sapi adalah umumnya di pencernaan, misalnya kembung. Selanjutnya
masalah faktor yang menyebabkan susu kena bakteri sehingga harga menurun adalah
karena kebersihan kandang yang tidak terkontrol, keadaan sapi, kebersihan orang
yang memeras dan kebersihan alat yang digunakan dalam memeras.
Hasil lab
di koperasi dan alat ukur berat jenis yang ada di pengepul tidak bisa mengecek
adanya bakteri, hanya mampu melihat kandungan yang ada didalamnya, misalnya
lemak, protein, snf dan yang lainnya. Sedangkan pihak yang bisa memeriksa ada
atau tidaknya kandungan bakteri di dalam susu adalah industri, dengan sistem
kategorisasi harga jika bakterinya banyak maka harganya rendah.
Pekerjaan
sebagai peternak bahkan pengurus koperasi juga merasa kecewa dengan keadaan yang mereka hadapi
sekarang, mereka hanya mampu bergumam “sudah seperti itu, mau gimana lagi,
sekarang susah mencari pekerjaan lain”. Koperasi saluyu juga membagikan sisa
hasil usaha (SHU) diakhir tahun kepada para anggotanya.
Koperasi
saluyu berdiri tahun 2006, ketika koperasi dewi sri pailit dan bubar. Sekarang
pemerintah tidak berpihak kepada petani maupun peternak, contohnya pada bidang
pertanian, buah kesemek sudah tidak banyak kita temui lagi, karena kalah
bersaing dengan buah import. Padahal kalau kita bandingkan buah pir dengan buah
kesemek malah lebih enak buah kesemek, tapi malah yang lebih disukai masyarakat
saat ini adalah buah pir, karena salah satu kendalanya juga adalah kesulitan menemukan
buah kesemek. Selanjutnya contoh lain adalah sayur yang saat ini sudah mulai
import. Sekarang indonesia merupakan negara yang memiliki harga susu termurah
di dunia, 13 persen kebutuhan di indonesia di pasok dari hasil susu. Kalau pada
tahu sebelumnya masih berkisar 20 persen. Banyak peneliti yang telah turun untuk
mengetahui dan mencari solusi untuk petani dan peternak khususnya peneliti dari
perguruan tinggi, namun tidak ada yang pernah didengar oleh pemerintah.
Perkembangan
koperasi saluyu terbentur di modal. Dari anggota cuma ada simpanan pokok dan
simpanan wajib (20.000). Sejarah terbentuknya koperasi saluyu dimulai dari
pailitnya koperasi dewi sri. Tahun 70an perkembangan sapi relatif bagus, tapi
karena koperasi dewi sri punya keinginan untuk memiliki peternakan sendiri
(koloni), sehingga koperasi membeli ternak dari uang yang ada, sehingga uang
susu ke koperasi tidak bisa terbayar. Selanjutnya koperasi saluyu mengurus
petani yang tidak mau ke karya nugraha atau ke larasati. Koperasi saluyu memiliki
jadwal pembinaan buat peternak, tetapi kalau harga susu tidak naik, maka
peternak jadi males atau lesu. Karena saat ini selisih susu dengan pakan hanya Rp. 500,-. Padahal seharusnya 1 liter susu harus dapat
membeli dua kilo pakan.
Salah satu
alasan penduduk desa cisantana mampu bertahan menjadi peternak sapi adalah akan
mendapatkan keuntungan dari sisa pakan sekitar Rp. 200.000,- perbulan dan keuntungan yang menurut
mereka paling menjanjikan adalah dari anak sapi yang dihasilkan. Namun untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan pendidikan anak-anaknya, tidak
sedikit dari mereka bekerja sebagai petani ataupun buruh bangunan. Sehingga
dari hasil jerih payah, anak-anak mereka mampu melanjutkan kuliah ke jenjang
yang lebih tinggi, bahkan sekarang sudah memiliki penghasilan. Sebagian besar
anak-anak mereka tidak mengikuti jejak orangtua sebagai peternak, kebanyakan
tertarik dan memilih jurusan keperawatan. Teori gelstat
dan kognitif berperan disini.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Desa Cisantana memiliki begitu
banyak potensi SDA yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan desa Cisantana,
namun keberpihakan pemerintah desa belum ada sehingga menimbulkan permasalahan
yang pada akhirnya merugikan kepentingan bersama. Permasalahan mahalnya pakan
membuat produksi susu menurun serta kualitasnya kurang baik sehingga diperlukan
adanya penanganan bersama agar tercapai tujuan bersama.
B. Rekomendasi
Berdasarkan teori yang saya dapat,
saya merekomendasikan berdasarkan teori intevensi dalam skala mezzo, dimana
perubahan atau pengembangan masyarakat dapat dilakukan dengan baik bila melalui
partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Sehingga masyarakat bisa
berpartisipasi aktif untuk membuat koperasi berbasis peternak, dimana pengurus
serta anggotanya adalah peternak dan warga lokal, jangan memberikan peluang
bagi investor-investor dari luar ikut campur dalam penanganan administrasi
maupun pengelolaan hasil susu sapi perah. Selain itu, cara pendistribusian dari
koperasi sebaiknya diolah dan dikemas dalam bentuk yang lebih menarik sebelum
dijual ke konsumen. Misalnya susu diolah menjadi keju, mentega dan lain
sebagainya yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Pemerintah desa pun sebaiknya mulai
memperhatikan kesejahteraan peternak, karena hal tersebut dapat menjadi
indikator keberhasilan pemerintah desa dalam mengurus persoalan yang melingkupi
desa Cisantana. Pemerintah desa menerapkan kebijakan yang berpihak bagi
kemajuan peternak, baik dari subsidi untuk pakan ternak, perhatian terhadap
ternak-ternak dengan pemeriksaan rutin, maupun mempermudah akses bagi
kelancaran koperasi yang propeternak sapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat
Memberdayakan Rakyat. Jakarta: Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar